Jumat, 26 September 2014


BAB I
PENDAHULUAN
“ISLAMISASI ILMU PENGETAHUAN MENUJU SOLUSI ALTERNATIF MENGATASI KRISIS MASYARAKA ISLAM MASA KINI”
Islamisasi ilmu dalam bahasa Arab disebut sebagai “Islamiyyat al-Ma’rifat” dan dalam bahasa Inggris disebut sebagai “Islamization of Knowledge”. Dalam Islam, ilmu merupakan perkara yang amat penting malahan menuntut ilmu diwajibkan semenjak lahir hingga ke liang lahad. Ayat al-Quran yang pertama yang diturunkan berkaitan dengan ilmu yaitu surah al-Alaq ayat 1-5.



“ Bacalah dengan nama Tuhanmu yang menciptakan, Menciptakan manusia dari segumpal darah,  Bacalah! Dan Tuhanmu Yang Maha Pemurah, yang mengajarkan dengan pena, Mengajar manusia hal-hal yang belum diketahuinya”  (Q. S. Al-Alaq:1-5).
Dengan ayat tersebut menunjukkan bahwa ilmu pengtahuan tersebut harus diabdikan kepada tuhan, karena segala bentuknya adalah bersumber dari yang satu yaitu Allah SWT, namun kenyataan yang terjadi sangat mengecewakan dan hal itu nampak  jelas di dunia modern seperti sekarang ini, adanya kontradiksi-kontradiksi yang menggaggu kebahagiaan orang dalam hidup, apa yang dahulu belum di kenal manusia sekarang sudah nampak jelas di depan mata, kesulitan-lesulitan dan bahaya alamiah yang dahulu menyulitkan dan menghambat perhubungan, sekarang tidak menjadi persoalan lagi. Kemajuan industri telah dapat menghasilkan alat-alat yang memudahkan hidup, memeberikan kesenangan dalam hidup, sehingga kebutuhan-kebutuhan jasmani tidak sulit lagi untuk memenuhinya.
Sebenarnya kondisi dan hasil kemajuan itu membawa kebahagiaan yang lebih banyak kepada manusia dalam hidupnya, tapi suatu kenyataan yang meyedihkan  ialah bahwa kebahagiaan itu ternyata semakin jauh, hidup semakin sukar dan kesukaran-kesukaran material berganti dengan kesukaran mental, beban jiwa semakin berat, kegelisahan dan ketegangan serta tekanan perasaan lebih sering terasa dan lebih menekan sehingga mengurangi kebahagiaan.
Masyarakat telah berhasil mengembangakan ilmu pengatahuan dan teknologi canggih untuk mengatasi berbagai masalah kehidupannya, namun pada sisi lain ilmu pengatahuan dan teknologi canggih tersebut tidak manpu menumbuhkan moralitas yang mulia,. Dunia modern saat ini termasuk bangsa Indonesia mengalami kemerosotan nilai yang benar-benar berada pada taraf yang memprihatinkan, kejujuran, kebenaran, keadilan, tolong menolong dan kasih sayang sudah tertutup dengan penyelewengan, penipuan, penindasan, saling menjegal dan saling merugikan.
Gejala kemerosotan tersebut kini merambah ke seluh lapisan masyarakat, tua muda, anak maupun orang tua terlena dengan kemerosotan tersebut, dan hal tersebut banyak dipengaruhi oleh bebarapa faktor yang kini mempengaruhi cara berfikir manusia modern, faktor tersebut menurut seorang pakar pendidikan Zakiah Darajat yaitu kebutuhan hidup yang semakin meningkat, rasa individualitas dan egoitis, persaingan dalam hudup, keadaan yang tidak stabil, dan terlepasnya pengetahuan dari agama.  Ilmu pengatahuan dan teknologi benar-benar memberikan kenyamanan bagi manusia namun hal itu belumlah cukup, karena dengan ilmu pengatahuan dan teknologi  tidak mengetahui tujuan apa yang ingin dicapai, agamalah yang yang memberi tahu tentang tujuan apa yang harus dicapai, Enstein pernah mengingatkan bahwa kita dengan statmennya bahwa ilmu pengatahuan tanpa agama adalah buta, dah hal itu terbukti pada era globalisasi ini, dan yang menyetir persoalan ini menjadi melencengan adalah barat. Berkaitan dengan ini mengitip  statmen Gregory Bateson bahwa  sudah jelas bagi banyak orang bahwa banyak bahaya mengerikan telah tumbuh dari kekeliruan-kekeliruan epstimologi barat, Dengan demikian maka konsep islamisasi ilmu pengetahuan yang ditawarkan agar kiranya bisa mampu berkiprah dalam menyanggah persoalan tersebut, karena  saat ini bisa dilihat bahwa ilmu pengetahuan benar-benar telah sekuler dan karenanya jauh dari tauhid. Maka, diri situlah teori dan 'resep' pengobatan agar kemajuan dan pengetahuan tidak berjalan kebablasan di luar jalur etik, maka harus melalui konsep Islamisasi ilmu dan paradigma tauhid dalam pendidikan dan pengetahuan.
Persoalan islamisai ilmu (islamization of knowledge) bukanlah persolan baru, hal ini bisa kita cermati dalam sejarah Islam itu sendiri , dalam dunia ilmu Islam dahulu telah melahirkan ulama yang terkemuka yang dapat menguasai ilmu-ilmu “dunia” dan “akhirat”. Mereka berusaha menyeimbangkan ide-ide besar dalam kiprahnya yang lain dengan ajaran agama Islam. Ini dapat dilihat sebagai contoh seperti al-Kindi, Ibnu Sina, al-Ghazali, dan lain-lain. Mereka berusaha mengetengahkan beberapa ide dasar dan mempertemukan ilmu “luar“ dengan ajaran Islam. Perbedaannya hanyalah, mereka tidak mengunakan istilah “pengislaman Ilmu” kala itu kerana pada saat itu umat Islam begitu cemerlang dalam ilmu pengetahuan.
Bahkan sebenaranya konsep Islamisasi ilmu pengetahuan tersebut telah terjadi sejak zaman Rasulullah SAW dan para sahabat pada saat turunnya al-Quran dalam bahasa Arab. Al-Quran telah membawa bahasa Arab ke arah penggunaan yang lebih menenangkan dan damai sehingga merubah watak, perangai dan tingkah laku orang Arab ketika itu. Al-Quran juga merubah pandangan hidup mereka tentang alam semesta dan kehidupan dunia. Pengislaman ilmu ini diteruskan oleh para sahabat, tabi’in dan ulama-ulama sehingga umat Islam mencapai kegemilangan dalam ilmu. Oleh itu, islamisasi dalam arti kata yang sebenarnya bukanlah perkara baru. Cuma dalam konteks “kerangka operasional” pengislaman ilmu-ilmu masa sekarang dicetuskan semula oleh tokoh-tokoh ilmuwan Islam seperti Prof. Syed Muhammad Naquib al-Attas, Al-Faruqi, Fazlur Rahman, Syed Hussein Nasr dan lain-lain.
Islamisasi ilmu ini menjadi perdebatan di kalangan para intelektual Islam semenjak tahun 1970 an. Sehingga memunculkan juga pro dan kontara atas penggunaan konsep Islamisasi ilmu pengetahuan  di masa kini. Walaupun memang  sarjana muslim telah membicarakannya tetapi tidak secara teperinci dan mendalam mengenai konsep dan kerangka pengislaman ilmu ini. Untuk lebih jelasnya akan konsep Islamisasi ilmu pengetahuan ini akan didapatkan dalam bab-bab berikutnya dalam tulisan ini.



BABII
PERMASALAHAN

Gagasan islamisasi ilmu pengetahuan sebagai fenomena modernitas, menarik untuk dicermati.  Pada era globalisasi  dimana peradaban modern-sekuler mencengkeram negeri-negeri Muslim dengan gencarnya, sehingga islam menjadi  teraniayah dan menjadi objek jajahan peradaban yang diprodisi oleh barat yang sifatnya tidak memikirkan kehidupan manusia. Kemajuan yang dicapai oleh peradaban barat lewat ilmu pengetahuan justru melenceng dari tujuan awal dari  menjadkan penghuni dunia ini tentram, kehidupan yang nyaman yang di harapkan walhasi kesensaraan yang menghampiri, dijembatani dengan era modernisasi dampak itu telah menghantam peradaban islam dalam berbagai segi kehidupannya, dengan demikian  Islamisasi ilmu pengetahuan  yang di upayakan oleh ummat islam dapat dibaca sebagai sebuah “kontra-hegemoni” ataupun “diskursus perlawanan”.  Dan hal itu  ia hadir untuk menunjukkan identitas sebuah peradaban yang sekian lama diabaikan.dan ditinggalkan oleh pemiliknya sendiri (islam).
            Mampukah konsep Islamisasi ilmu pengetahuan ini memberikan solusi dari persoalan ini, hal itu akan akan dibahas dalam bab-bab selanjutnya yang dirangkum dengan berbagai rumusan masalah, diantaranya yaitu :
  1. Bagaimana Sebenarnya Gagsan Islamisasi ilmu pengetahuan tersebut ?
  2. Kenapa terjadi pro dan kontra dalam gagsan Islamisasi ilmu pengetahuan ?
  3. Bagaimana proses Islamisasi ilmu pengetahuan tersebut ?
  4. Bagaimana konsep Pengembangan Ilmu Pengetahuan Perspektif Islam ?



BAB III
PEMBAHASAN

A. Gagasan Islamisasi Ilmu Pengetahun
Islamisasi imu pengetahuan (islamization of knowledge) pada dasarnya adalah suatu respon terhadap masyarakat modern yang disebabkan oleh pendidikan barat yang bertumpu pada suatu pandangan dunia yang bersifat materialists, yang menggap bahwa pendidikan babukan untuk membantu manusia bijak yakni mengenali dan mengakui posisi masing-masing dalam tertib realitas tetapi memandang realitas sebagai sesuatu yang bermakna secara stabil bagi manusia, karena itu hubungan manusia dengan tertib relitas bersifat eksploitatif bukan harmonis, dan ini adalah salah satu penyebab terpenting munculnya krisisi masyarakat modern
Islamisasi imu pengetahuan mencoba mencari akar-akar krisis tersebut. Karena akar tersebut diantaranya dapat ditemukan di dalam basis ilmu pengetahuan, yakni konsep atau asumsi tentang realitas yang dialistis, sekularistis, evolusioneristis, dan karena itu pada dasarnya bersifat relatifvitas dan nihilitas. Islamisasi ilmu pengetahuan adalah suatu uapaya pembebasan pengetahuan dari asumsi-asumsi dan penafsiran-penafsiran barat terhadap realitas, dan kemudian menggatikannya dengan pandangan dunia islam.
Disamping itu juga Islamisasi ilmu pengetahuan mengacu kepada upaya mengeliminir unsur-unsur serta konsep-konsep pokok yang membentuk kebudayaan dan peradaban Barat, khususnya dalam ilmu-ilmu kemanusiaan.  Tercakup dalam unsur-unsur dan konsep ini adalah cara pandang terhadap realitas yang dualistik, doktrin humanisme, serta tekanan kepada drama dan tragedi dalam kehidupan rohani sekaligus penguasaan terhadapnya.  Setelah proses ini dilampaui, langkah berikutnya adalah menanamkan unsur-unsur dan konsep pokok keislaman.  Sehingga dengan demikian akan terbentuk ilmu pengetahuan yang benar; ilmu pengetahuan yang selaras dengan fitrah.  Dengan kata lain islamisasi ilmu pengetahuan sebagai upaya pembebasan ilmu pengetahuan dari pemahaman berasaskan ideologi, makna serta ungkapan sekuler.
Asumsi lain gagasansan Islamisasi ilmu pengetahuan  ini adalah dimaknai sebagai upaya pengintegrasian disipilin-disiplin ilmu modern dengan khazanah warisan Islam.  Langkah pertama dari upaya ini adalah dengan menguasai seluruh disiplin ilmu modern, memahaminya secara menyeluruh, dan mencapai tingkatan tertinggi yang ditawarkannya.  Setelah prasyarat ini dipenuhi, tahap berikutnya adalah melakukan eliminasi, mengubah, menginterpretasikan ulang dan mengadaptasikan komponen-komponennya dengan pandangan dunia Islam dan nilai-nilai yang tercakup di dalamnya.
Selain itu gagasan islamisasi ilmu pengatahuan (sains) berangkat dari adanya suatu kesadaran teologis dan etis untuk mengmbangakan ilmu pengatahuan atas dasar pandangan dunia islam, setelah disadari paradigma ilmu pengatahuan (sains) modern banyak mendatangkan dampak negatif terhadap perkembangan peradaban manusia modern, munculnya dampak ini sebagi konsekuensi dari dasar filsafat keilman yang meliputi aspek metafisika, epistimologi dan akseologi yang secara eksplisit tidak mempunyai  keterkaitan dengan kepentingan moralitas manusia.
Keringnya nilai-nilai etika dan moral menjadikan ilmu pengatahuan (sains) modern dalam tataran aksiologinya seringkali menafikan kemaslahatan manusia dan apa yang sekarang disebut krisis global, menunjukkan adanya keterpaduan antara nilai-nilai etik dengan ilmu pengatahuan (sains) yang berkembangan dalam kerangka naturalitas etik (Free Value). Maka Islamisasi ilmu pengetahuan menjadi salah satu  Usaha untuk memberikan warna religius dalam dasar-dasar filsafat keilmuan baik yang meliputi permasalahan antologi, epostimologi, dan aksiologinya.



Dengan demikian ada dua persoalan yang sebenarnya yang menarik dan penting dari persoalan Islamisasi ilmu pengetahuan ini, yaitu :
a.          Penguasaan terhadap prinsip-prinsip Islam yang dengannya sarjana Muslim bisa membaca dan menafsirkan konstruk ilmu pengetahuan modern tersebut dengan cara yang berbeda. 
b.           Mengedepankannya keaslian (originality) yang digali dari tradisi local, Peradaban Islam klasik telah cukup lama berinteraksi dengan peradaban lain, sehingga umat Islam sudah memiliki kapasitas untuk mengembangkan bangunan ilmu pengetahuan sendiri. Tanpa bantuan ilmu pengetahuan barat modern, diyakini dengan merujuk pada khazanahnya sendiri umat Islam akan mampu menciptakan kebangkitan peradaban.
Selain itu, Islamisasi imu pengetahuan juga muncul sebagai reaksi terhadap adanya konsep di kotomi antara agama dan ilmu pengatahuan yang dimasukkan mayarakat barat dan budaya mayarakat modern. Masyarakat yang di sebut terakhir ini misalnya memandang sifat, metode, struktur sins dan agama jauh berbeda, kalau tidak mau dikatakan kontradiktif. Agama mengasumsikan atau melihat suatu persoalan dari segi normative (bagaimana seharusnya), sedangkan sains meneropongnya dari segi objektif (bagaimana adanya). Agama melihat problematika dan solisinya melalui petunjuk tuhan, sedangkan sains melalui esperimen dan rasional manusia, karena ajaran agama di yakini sebagai petunjuk Tuhan, kebenaran di nilai mutlak, sedangkan kebenaran sains relative. Agama banyak berbicara yang gaib sedangkan sains hanya berbicara menganai hal yang empiris.
Dalam prsfektif sejarah, sains dan teknologi modern yang telah menunjukkan keberhasilannya dewasa ini mulai berkembangnya di Eropa dalam rangka gerakan Renaisanse pada tiga abad yang silam. Gerakan ini berhasil menyingkirkan peran agama dan mendobrak dominasi gereja Roma dalam kehidupan soasial dan itektual masyarakat Eropa sebagai akibat dari sikap gereja yang memusuhi ilmu pengetahuan. Dengan kata lain ilmu pengetahuan di Eropa dan Barat mengalami perkembangan setelah memisahkan diri dari pengaruh agama. Setelah itu berkembangklah pendapat-pendapat yang merendah kan agama  dan meninggalkan sains (ilmu pengatahuan).
Dalam perkembangannya, sains dan teknologi modern di pisahkan  dari agama, karena kemanjuannya yang begitu besar di Eropa dan Amerika sebagaimana disaksikan sampai sekarang. Sains dan teknologi yang demikian itu selanjutnya di gunakan untuk mengabdi kepada kepentingan manusia semata-mata, yaitu untuk tujuan memuaskan hawa nafsu, menguras isi alam untuk tujuan memuaskan nafsu konsumtif dan materialistic, menjajah dan menindas bangsa-bangsa yang lemah, melanggengkan kekuasaan dan tujuan-tujuan destruktif lainnya. Penyimpangan dari tujuan penggunaan ilmu pengetahuan dan demikian itu yang di respon melalui konsep Islamisasi ilmu pengetahuan, yaitu upaya menempatkan sains dan teknologi dalam bingkai Islam, dengan tujuan agar perumusan dan pemanfaatan sains dan teknologi itu ditujukan untuk mempertinggi harkat dan martabat manusia, melaksanakan fungsi kekhalifaannya di muka bumi serta tujuan-tujuan luhur lainnya.
Islamisai sesunggunya berarti keselamatan arah, keselamatan tujuan dan keselamatan filsafat yang dituju oleh penelitaian-penelitian ilmu-ilmu tersebut perhatian-perhatian, aplikasi-aplikasi dan inovasi-inovasinya, sehingga ilmu yang islami menjadi ilmu perbaikan, pembangunan, ketauhidan dan keakhlakan yang mendapat petunjuk. Dengan demikian Islamisasi ilmu pengetahuan menjadikan ilmu pengatahuan sebagai pelayana kemanusiaan, penjaga terhadap alam dan dunia mahluk dan untuk memperbaiki hal-hal yang rusak oleh kebutuhan rohani, kehancuran materi dan kepicikan metode yang dialami oleh peradabab-peradaban materi dalam segala bentuknya di timur dan di barat.
Tetapi sejauh mana gagasan ini dapat di jalankan, dan betul-betul dapat memberikan solusi terhadap krisis masyarakat modern. Sejarahlah yang akan menjawabnya dan kesuksesan dan kegagalan pengembangan islamisasi ilmu tergantung pada posisi manusia itu sendiri (subjek ilmu dan teknologi).


B. Pro-Kontra tentang Islamisasi Ilmu Pengetahuan
Seperti dalam berbagai pergolakan  keilmuan selalu ada penerimaan dan penolakan (pro-kontra) dan hal itu pun terjadi dalam gagasan islamisasi ilmu pengatahuan, banyak alasan yang dipaparkan oleh mereka yang kontra, begitu juga bagi yang pro berbagai alasan di ketengahkannya untuk mendukung hal pembenaran atas konsep mereka. Adapun alasan dari masing-masing tersebut sebagai berikut :
Alasan yang Kontra :
Tokoh pemikir islam yang menolak gagasan Islamisasi ilmu pengetahuan salah satunya adalah Dr. Muhammad Arkoun, Guru besar Universitas Sorban Prancis, mengatakan bahwa keinginan dari para cendikiawan muslim untuk  melakukan islamisasi ilmu dan teknologi merupakan kesalahan, sebab hal ini dapat menjebak kita pada pendekatan yang menggap bahwa islam hanya semata-mata sebagai ideology. Yang tidak bisa berbuat apa-apa selain menciplak karya orang. Sedangkan di Indonesia salah satu tokoh yang tidak sejalan dengan gagasan ini yaitu Usep Fathuddin, yang mengatakan bahwa Islamisasi ilmu pengetahuan tidak perlu, karena dengan islamisasi bukanlah kerja ilmiah dan kreatif, karena yang dibutuhkan sekarang islam adalah terlebih-lebih lagi bagai para cendikiawannya adalah menguasai dan mengembangkan ilmu. Islamisasi ilmu pengetahuan hanyalah kerja kreatif atas karya orang lain saja, sampai tingkat tertentu, dan hal itu tak ubahnya sebagai pekerja jalanan di pinggir jalan, manakalah orang ilmuan berhasil menciptakan atau mengmbangkan ilmu, maka orang islam (sebagian) akan mencoba menangkap dan berusaha mengislamkannya.
Islamisasi ilmu pengetahuan tidak ubahnya seperti pembuat lebel, seperti  membuat kaligrafi pada suatu bangunan, supaya dikatakan bangunan islamai, lebih lanjut dijelaskan bahwa semangat Islamisasi ilmu pengetahuan itu di dasari  satu anggapan tentang keilmuan dan islam, klaim yang paling sering kita  dengan ialah adanya dua kebenaran di dunia ini, kebenaran ilmu dan kebenaran agama. Ilmu dikatakan sebagai relative, spekulatif dan tak pasti, semantara agama dianggap absolute, transcendental dan pasti. Tapi kalau kita lihat sejarah, ternyata islam tidak menganal permasalahan antara “keagamaan” dan “ilmu”. Bahkan sebaliknya, sering dianggap puncaknya sejarah dan perdaban islam, justru terjadi ketika menyatukan keagamaan dan ilmu itu.
Alasan yang Pro :
Ilmuwan yang mendukung gagasan Islamisasi ilmu pengetahuan ini salah satunya adalah Mulyanto dengan argumennya bahwa Islamisasi ilmu pengetahuan sering dipandang sebagai proses penerapan etika islam dalam memanfaatkan ilmu pengatahuan kriteria pemilihan suatu jenis ilmu pengatahuan yang akan dikembangkannya. Dengan kata lain, ilmu hanya berlaku sebagai kriteria etis di luar struktur ilmu pengetahuan. Asumsi dasarnya adalah bahwa ilmu pengatahan adalah bebas nilai, konsekuensi logisnya mereka menggap mustahil munculnya ilmu pengetahuan islami, sebagaimana mustahilnya pemunculan ilmu pengatahuan Marxisme. Dan islam berserta ideology lainnya, hanya mampu memasuki subjek ilmu pengatahuan dan tidak pada ilmu itu sendiri. Islam hanya berlaku sebelum dan sesudah ilmu pengatahuan beraksi, lalu menyerahkan kedaulatan mutlak pada metodelogi ilmu bersangkutan. Lebih lanjut ditegaskan bahwa Islamisasi ilmu pengetahuan, tak lain dari proses yang hakiki, yakni tauhid, kesatuan makna kebenaran dan kesatuan ilmu pengatahuan.
Senada dengan hal tersebut diatas Haidar Bagir menjelaskan bahwa Islamisasi ilmu pengetahuan secara implicit adalah penting, misalnya tentang perlunya di bentuk sains yang islami, hal ini didukung dengan dua argumentasi yang sangat mendasar yaitu : pertama, Islam butuh sebuah system sains yang memenuhi kebutuhan-kebutuhan material dan spiritual, system sains yang ada tidak mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut, ini disebabkan sains modern mengandung nilai-nilai khas Barat yang melakat padanya, nilai ini banyak bertentangan dengan nlai-nilai islam selain itu telah terbukti menimbulkan ancaman bagi keberlangsungan hidup manusia di muka bumi. Kedua, ummat islam pernah memiliki peradaban islami di mana sains berkembang sesuai dengan nilai dan kebutuhan-kebutuhan umat islam. jadi sebetulnya, jika syarat-syarat untuk itu mampu di penuh, kita punya alasan untuk tetap menciptakan kembali sebuah sains islam dalam peradaban islam pula.
Ilmu pengatahuan perlu dibangun dengan dasar ajaran islam yaitu Al-Qur'an , yaitu ilmu yang didasarkan atas ajaran tauhid, yang melihat bahwa antara ilmu pengatahuan modern dengan ajaran islam harus bergandengtangan. Ilmu pengetahuan adalah hasil teorisasi terhadap gejala-gejala alam dengan menggunakan metode dan pendekatan ilmiah.
Islam sebagai agama yang mendukung tentang ilmu tidak menghendaki pola fikir yang sempit dan fanatik karena semua itu hanya akan mengantarkan pada kekendoran dan kelemahan manusia dan menajdikannya terisolir dari dunia kehidupam yang sangat komleks, dan yang lebih tegasnya lagi bahwa islam tidak mau ummatnya berfikir dan bertindak dari hal-hal yang siafatnya tardisional saja tetapi islam membawa manusia supaya maju, dinamis, dan peka terhadap perkambangan  zaman, mampu memahami kehidpan lingkungannya dan masyarakatnya.
Sebenaranya bagai mereka yang menolak gagasan Islamisasi ilmu pengetahuan hanya terkesan ada sedikit rasa gensi mengambil ilmu pengatahuan dari barat kemudian mengislamkannya, bagi mereka bahwa islam perlu memiliki pengatahuan yang islami sebagai mana dalam sjarah islam. namun caranya bukan dengan mengambil ilmu dari barat dan mengislamkannya, melainkan langsung saja membntuk dan mengembangakan ilmu pengatahuan yang didasarkan pada ciri dan sifat ajaran islam. semantar itu bagi meraka yang setuju dengan gagasan Islamisasi ilmu pengetahuan ini, bukan berari tidak setuju dengan membentuk ilmu pengatahuan dengan corak islam dengan mandiri melainkan bersamaan dengan itu dipandang tidak ada salahnya bila kita mengambil ilmu pengatahuan dari barat lalu mengislamkannya sebagaiman misalnya barat juga pernah mengambil ilmu pengatahuan dari islam di zaman klasik lalu mensesuaikannya dalam ajaranya.
C. Proses Islamisasi Ilmu Pengetahuan
Untuk menjadikan suatu foramat pendidikan yang nantinya memuat nilai-nilai islam maka salah satunya yang dilakukan adalah mengislamisasikan ilmu pengetahuan dan hal dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan yang sangat mendasar, diantaranya :
a. Menjadikan islam sebagai landasan penggunaan ilmu pengetahuan
Islamisasi ilmu pengetahuan dapat di lakukan  dengan cara menjadilan Islamisasi ilmu pengetahuanam sebagai landasan penggunaan Ilmu pengetahuan, tanpa mempersalahkan aspek antologis dan epistemology ilmu pengetahuan tersebut. Dengan kata lain ilmu dan teknologinya tidak di permasalahkan, yang dipermasalahkannya adalah orang yang mempergunakannya. Cara ini melihat bahwa islamisasi ilmu pengetahuan hanya penerapan etika islam  dalam pemanfaatan ilmu pengetahuan  dan kreteria pemilihan suatu jinis ilmu pengetahuan yang akan di kembangkannya. Dengan kata lain, islam hanya berlaku sebagai kreteria etis di luar struktur ilmu pengetahuan. Islamisasi ilmu pengetahuan yang demikian itu didasarkan pada asumsi bahwa ilmu pengetahuan adalah bebas nilai. Konsekuensi logisnya mereka menganggap mustahil muncul ilmu pengetahuan islami, sebagaiman mustahilnya kemunculan ilmu pengatahuan Marxistis.
Islamisasi imu pengetahuan dengan cara ini memandang bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi dalam arti produknya adalah netral, pesawat terbang yang digunakan oleh jamaah haji sama dengan pesawat yang digunakan oleh para pedagan obat-obat terlarang atau digunakan oleh orang-orang yang yang bertentangan dengan ajaran agama islam. demikian pula alat suntik yang digunakan oleh dokter muslim dengan alat suntik yang digunakan oleh dokter kafir juga sama, alat suntuk yang sama menimbulkan bahaya apabila penggunaanya salah, dengan mempermasalahkan apakah muslim atau kafir. Doketer musli yang kurang ahli dapat mencelakakan pasiennya, sebaliknya dokter yang kafir dapat menyelamatkan pasiennya karena dengan teliti dan keahliannya, jadi keselamatan pasien bukanlah terletak pada di katakanya kafir atau muslim melainkan pada keahlian dan ketelitain seorang doketer, begitu juga contoh lain yang semisal dengan ini.
Pengaruh keagamaan seseorang yang menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi jelas amat dibutuhkan jika dipadukan  dengan keahlian  dan ketelitian masing-masing. Yang baik adalah jika ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut berada di tangan seseorang muslim yang mengamalkan agamanya serta dalam bekerjanya didukung dengan keahlian dan kecermatan yang tinggi. Seorang Dokter muslim yang baik misalnya, ia akan melihat bahwa tugasnya itu adalah sebagai amanah, yakni perintah Tuhan untuk mengatasi penderitaan orang lain, dengan pemikiran demikian, maka ia tidak akan mempergunakan jabatannya untuk tujuan yang tidak benar yang dapat merugikan oenag lain.
Dengan pendekatan islamisasi yang bersifat substansila ini, maka tugas utama islamisasi ilmu pengetahuan bertumpu pada dua hal. Pertama, pada manusia yang akan mempergunakan ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut, yaitu manusia yang memiliki komitmen yang tinggi untuk mengamalkan agamanya dengan teguh dan istiqomah, serta menguasai bidang pekerjaannya yang didukung dengan keahlian dan pengalaman. Kedua, pada ilmu pengetahuan dan teknologi itu sendiri, apakah dalam keadaan berfungsi dengan baik atau tidak. Jika ilmu pengatahuan dan teknologi dalam keadaan baik, maka pengaruh kerjanya dapat dengan mudah diidentifikasi, ilmu pengetahuan dan teknologi yang baik itulah yang netral dan tidak dapat disalahkan, ilmu pengetahuan dan teknologi yang dalam keadaan baik itu tak ada yang salah, yang salah adalah penggunanya. Masalahnya yang sekarang adalah dunia modern dan berkembang melalui ilmu pengatahuan telah dukuasai oleh orang-orang yang tidak islami. Manusia yang hidup di duni modern ini telah salah dalam menggunakan ilmu pengetahuan.
b. Memasukkan Nilai-nilai Islam dalam Konsep Ilmu Pengetahuan
Islamisasi ilmu pengetahuan dan teknologi dapat dilakukan dengan cara memasukkan nilai-nilai islami kedalam konsep ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut. Asumsi dasarnya adalah ilmu pengetahuan tersebut tidak netral, melainkan penuh dengan muatan-muatan nilai yang dimasukkan oleh orang-orang yang merangcangnya. Dengan demikian Islamisasi imu pengetahuan dan teknologi harus di lakukan terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi itu sendiri.
c. Penerapannya dimulai dengan Mengkaji dengan Pendekatan Antologi dan Epistemology
Islamisasi ilmu pengetahuan dan teknologi di lakukan melalui penerapan konsep tauhid dalam arti seluas-luasnya. Tauhid bukan hanya difahami secara teo-centris, yaitu mempercayai dan meyakini adanya tuhan dengan segala sifat kesempurnaan yang dimilikinya serta jauh dari sifat-sifat yang tidak sempurna, melaikan tauhid yang melihat bahwa antara manusia dengan manusia lain, manusia dengan alam, dan manusia dengan segenap ciptaan tuhan lainnya adalah merupakan suatu kesatuan yang saling membutuhkan dan saling mempengaruhi, dan semuanya itu merupakan wujud  kekuasaan dan  kebesaran Tuhan.
Dengan antologi dapat dijelaskan  bahwa  sumber-sumber pengembangan ilmu berupa ayat-ayat tuhan yang tertulis (Al-Qur'an ) dan ayat-ayat tuhan yang tidak tertulis sebagaimana terdapat dijagat raya (ayat kauniyah) dan ayat-ayat tuhan yang terdapat pada manusia dan prilaku sosial, semuanya itu adalah ayat-ayat tuhan. Oleh karena itu ilmu pengatahuan, baik ilmu agama Islam yang dihasilakan melalui kajian terhadap ayat-ayat Al-Qur'an, ilmu-ilmu alam (sains) yang dihasilkan melalui kajian terhadap jagat raya, dan ilmu-ilmu sosial yang dihasilakan melalui kajian terhadap fenomena sosial. Namun pada hekekatnya berasal dari Allah SWT, karena semua ilmu tersebut sebagi hasil dari pengkajian terhadap ayat-ayat Allah SWT.
Dengan epistemology dapat dijelaskan bahwa sebuah ilmu pengetahuan tersebut disusun, ilmu agama islam yang bertumpu pada kajian ayat-ayat yang ada dalam Al-Qur'an menggunakan metode kajian ijtihadiyah dengan syarat dalangkah-langkah yang telah teruji dalam sejarah, melalui metode ijtihadiyah ini maka di hasilkan berbagai ilmu-ilmu agama islam seperti teologi, hukum islam, tafsir, filsafat, pendidikan dan sebagainya dengan berbagai mashab dan aliran yang ada didalamnya.
Karena ilmu-ilmu tersebut menggunakan ayat-ayat Allah, maka seluruh ilmu tersebut pada hakekatnya dari Allah, oleh karenanya, ia harus di abdikan untuk ibadah kepada Allah melalui pengabdian terhadap kepentingan dan kemaslahatan umat manusia.
Dengan denkina maka jelas bagi kita semua bahwa segala sesuatu yang kita capai di dunia itu bukanlah hasil dari kita sendiri akan tetapi kita harus sadar bahwa di situ ada keikutsertaan Allah kepada kita atau dengan kata lain Allah hanya menggunakan jasa kita sebagai perantara, ilmu kedokteran dikembangakan misalnya bukan ilmu kedokteran yang arogan yang melihat kesembuhan pasien sebagai disebabkan oleh satu-satunya banttuan medis, melaikan kesembuhan itu juga berkat anugrah tuhan.
d. Pemberian Pendidikan secara Berjenjang dan Berkesinambungan Sejak Kecil
Islamisasi imu pengetahuan, juga dapat diberikan melalui inisiatif pribadi melalui proses pendidikan yang diberikan secara berjenjang dan berkesinambungan, dalam prakteknya tidak ada ilmu agama dan ilmu umum yang disatukan, atau ilmu umum yang dilamkan lalu diajarkan kepada seseorang. Yang terjadi sejak kecil kedalam diri seseorang sudah diatanamkan jiwa agama yang kuat, praktek pengalaman tradisi keagamaan dan sebagainya. Setelah itu  kepadanya diajarkan dasar-dasar ilmu agama yang kuat, diajarkan Al-Qur'an baik dari segi membaca maupun pemahaman isinya. Selain itu juga diajarkan pula hubungan antara satu ilmu dengan ilmu lainnya secara umum. Selanjutnya ia mempelajari beberapa bidang ilmu dan keahlian sesuai denggan bidang yang di minatinya.
Dengan demikian akan melahirkan manusia yang ahli dalam bidang ekonomi, industri, pertanian dan sebagainya, namun dalam waktu yang bersamaan ia dengan kemampuannya sendiri mampu menghubungkan jiwa dan dasar-dsar keagaman yang dimilikinya  itu untuk mengarahkan keahlian yang  di milikinya, ia boleh saja menjadi dokter misalnya tapi dokter yang islami dan sebagainya.
Hal ini dapat dilakukan dengan memetakan anak didik di dalam memasuki lembaga pendidikannya, tanpa harus mengubah bentuk sekolah atau kurikulum atau lainnya, pendekatan ini pun sukup efektif dan efesien.




D. Konsep Pengembangan Ilmu Pengetahuan Perspektif Islam
Terjadi pemisahan agama dari perkembagan ilmu dan pengatahuan, sebagaimana tersebut di atas terjadi pada abad pertengahan, yaitu pada saat ummat islam kurang memperdulikan (meninggalakan ilmu pengetahuan). Pada masa itu yang berpengaruh di masyarakat islam adalah ulama terakat dan ulama fiqh. Keduanya memahamkan faham taklid dan membatasi kajian agama hanya dalam bidang yang sampai sekarang masih dikenal sebagai ilmu-ilmu agama, seperti tafsir, fiqh, dan tahud. Ilmu-ilmu tersebut mempunyai pendekatan normative dan terikat. Terekat hanya hanyut dalam wirid dan zikir dalam rangkan mensucikan jiwa dan mendekatkan pada Tuhan dengan mejauhi kehidupan duniawi, sedangkan ulama tidak tertarik mempelajari akan dan kehiduapan manusia secara objektif. Hal ini mengalami perubahan pada abad 19, yaitu sejak ide-ide pembaharuan diterima dan didukung sebagain ummat, di dunia islam dilaksanakan dua system pendidikan, yaitu pendidikan agama dan pendidikan umum yang saling menjadikan dan saling melengkapi.  
Terjadinya pemisahan antara ilmu dan agama memunculakan ide-ide pembaharuan dari kalangan islam, yang hendak memperjelas kembali konsep ilmu itu sebenarnya seperti apa, apakah memang ilmu pemgetahuan itu bertolak belaka dengan konsep ajaran agama khususnya ajaran agama islam. para pemikir islam seperti Muhammad Naqib al attas, Ismail Raji al Faruqi dan sayyed hossein Nasr, mencoba memunculakan ide pembaharuan, dengan tujuan agar ilmu pengetahuan dapat membawa manusia dalam kesejahteraan bukan kesensaraan seperi saat ini, maka pengembangan ilmu pengetahuan perlu dikembalikan kepada kerangka dan perspektif ajaran agama islam, maka caranya islamisasi ilmu pengetahuan. Karena ternyata konsep pengambangan ilmu pengatahuan dan gagasan yang paling canggih dan sangat komprehensif serta medalam yang ditemukan dalam Al-Qur'an kitab landasan islam ialah konsep Ilm, pentingnya konsep ilmu ini terungkap dalam kenyataan turunannya sekitar 800 kali. Dalam sejarah peradaban muslim, konsep ilmu secara mendalam meresap ke dalam seluruh lapisan masyarakat  dan mengungkapkan dirinya dalam semua upaya intelektual. Tidak ada peradaban lain dalam sejarah yang meiliki konsep ilmu pengatahuan dengan semangat yang demikian tinggi seperti itu.
Dengan demikian islam sebagai agama rahmatan lil alamin tidak menolak adanya pengambangan ilmu pengatahuan yang sifatnya modern justru mendukung hal tersebut, karena ilmu pengatahuan adalah konsep islam yang sumbernya dari yang satu, yaitu bersumber pada tuhan yang maha esa, islam membuka diri terhadap seluruh warisan peradaban islam karena islam adalah paradigma terbuka.  Dengan demikian ilmu yang bernuansa islam dapat di bangun dalam segala bidang yang berdasarkan dari ajaran islam tidak perlu takut dan khawatir terhadap dimensi sains baru dan globalisasi yang terjadi di berbagai segi manapun.
Konsep ajaran islam tentang pengambangan ilmu pengatahuan di dasarkan beberapa perinsip sebagai berikut :
  1. Ilmu pengetahuan dalam islam di kembangkan dalam kerangka tauhid atau teologi. Yaitu teologi yang bukan semata-mata  meyakini adanya Tuhan dalam hati, mengucapkannyanya dengan lisan dan mengamalkannya dengan tingkah laku, melainkan teologi yang menyangkut aktivitas mental berupa kesadaran manusia yang paling dalam prihal hubungan manusia dengan tuhan, lingkungan dan sesamanya. Lebih tegasnya adalah teologi yang memunculkan kesadaran, yaitu paling mendasar dalam diri manusia yang menformat pandangan dunianya, yang kemudian menurunkan pola sikap dan tindakan yang selars dengan pandangan dunia tu, karena ini, teologi pada ujungnya akan mempunyai implikasi yang sangat sosiologis, sekaligus antropologis.
Dengan pandangan teologi yang demikian itu, maka alam raya, manusia, masyarakat dan Tuhan merupakan kesatuan yang saling berhubungan, alam raya terikat oleh hukum-hukum alam yang dalam pandangan islam adalah sunatullah, aturan Tuhan dan ayat Allah, alam raya ini selanjutnya menjadi objek kajian dalam pengambangan ilmu pengatahuan.
  1. Ilmu pengatahuan dalam islam hendaknya di kembangakan dalam rangka bertaqwa dan beribadah kepada tuhan. Hal ini penting di tegaskan, karena dorongan Al-Qur'an untuk mempelajari fenomena alam dan sosial tampak kurang diperhatikan, sebagai akibat dan perhatian dakwah islam yang semula lebih dituju untuk memperoleh keselamatan di akhirat, hal ini mesti di imbangai dengan perintah mengabdi kepada Allah SWT dalam arti yang luas, termasuk mengambangakan ilmu pengatahuan. Menyesuaikan motivasi pengambangan ilmiah dengan ajaran islam selain akan meningkatkan kuantitas juga kualitas ilmiah, karena motivasi utama tidak untuk mendapatkan popularitas dan imbalan materi atau sekedar ilmu untuk ilmu malainkan mengembangakan ilmu yang didorong oleh keihlasan dan rasa tanggung jawab kepada Allah SWT.
  2. Orintasi pengembangan ilmu pengatahuan harus di mulai dengan suatu pemahaman yang segera dan kritis atas epistimologi islam klasik dan suatu rumusan kontemporer tentang konsep ilmu. Perubahan harus ditafsirka dalam rangka struktur fisik luarnya, dan infrastruktur dari gagasan epistimologi islam yang abadi harus dipulihkan dalam keseluruhannya, dalam kaitan ini,  maka pengambangan ilmu dalam bentuk lahiriyah, jangan sampai menghilangkan makna spritualitas yang abadi, yakni sebagai alat untuk menyaksikan kebesaran Tuhan. Roger Garaudi mengatakan bahwa setiap ilmu  di samping memilki makana yang dapat di cerana oleh akal tetapi juga harus memiliki makna yang dapat dirasakan.
  3. Ilmu pengatahuan harus di kembangkan oleh orang-orang islam yang memiliki keseimbangan antara kecerdasan akal dengan kecerdasan emosional yang dibarengi dengan kesungguhan untuk beribadah kepada Allah SWT dalam arti yang seluas-luasnya.
  4. Ilmu pengatahuan harus di kembangkan dalam kerangka yang integral. Yakni harus antara ilmu agama dan ilmu umum walaupun bentuk formalnya berbeda-beda, namun hakekatnya sama, yakni sama-sama sebagai tanda kekuasaan Allah SWT. Dengan pandangan yang demikian itu, maka tidak ada lagi perasaan yang merasa lebih unggul antara satu dan lainnya. Hal ini sesui dengan konsep Al-Qur'an tentang ilmu pengatahuan yang mana tidak membenda-bedakan antara ilmu pengatahuan agama dengan umum, kedua jenis pengatahuan tersebut merupakan kesatuan yang tidak dapat dipisah-pisahkan, karena semua ilmu adalah merupakan manifestasi dari ilmu pengatahuan yang satu, yaitu ilmu pengatahuan Allah. Firman Allah SWT yang menunjukkan bahwa semua ilmu pengatahuan berasl dari Allah ialah :  Surah  Ar-rahman 1-5 :


      (Tuhan) yang maha pemurah, Yang telah megajarkan Al-Qur'an, Dia menciptakan manusia, mengajarinya pandai berbicara.
 (Q.S. Ar-rahman: 1-5)
Surah  Al-Baqarah : 31  yang artinya :
Dan dia (Allah) mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para malaikat lal berfirman “ sebutkalah kepadaku nama benda0benda itu jika kamu memang orang-orang yang benar”.(Q.S. Al-Baqarah :31)

Maka dapatlah di ketahui bersama bahwah Ilmu adalah sumbernya  hanyalah satu yaitu Tuhan, dengan demikian maka tidak adalah pembeda dari keduanya, semuanya saling berkaitan, hanya saja ilmu agama mengurusi dan berkaitan dengan pembinaan mental, moral dan ketahanan batin, sedangkan ilmu-ilmu umum berkaitan dengan pembinaan fisik, intelektual dan keterampilan.
BAB IV
PENUTUP 
Kesimpulan
            Berdasarkan uraian pada bab sebelumnya maka dapat disimpulkan bahwa Islamisasi ilmu pengetahuan pada hakekatnya adalah suatu upaya untuk mentransformasikan nilai-nilai keislaman ke dalam  berbagai bidang kehidupan manusia, khususnya ilmu pengetahuan. Dengan Islamisasi ilmu pengetahuan dapat diketahui dengan jelas, bahwa Islam bukan hanya mengatur segi-segi ritualitas dalam artian solah, zakat, puasa dan haji melainkan sebuah ajaran yang mengintegrasikan segi-segi kehidupan duniawi termasuk ilmu pengatahuan dan teknologi. Ditengah-tengah masyarakat yang masih dilanda krisis dalam berbagai bidang kehidupan seperti ini, islamisasi ilmu pengetahuan menajadi solusi alternative dan relevan dengan persolan ini.
            Dengan penerapan islamisai ilmu pengatahuan tersebut, maka akan dapat diperoleh keuntungan yang berguna untuk mengatsi problem kehidupan masyarakat modern. Ilmu pengetahuan tersebut akan terus berkembang dinamis sesuai dengan tuntutan zaman, Karen hanya ajaran islamlah ajaran yang paling mementingkan pengambangan ilmu pengatahuan. Masyarakat modern akan mendapat kesempatan kejayaan dan kesejahteraan yang seimbang, antar kesejahteraan yang bersifat metrial dengan kesejahteraan yang bersifat spiritual. Masyarakat modern akan merasakan tumbuh menjadi suatu kekuatan yang antar satu dan lainya saling membantu melalui ilmu pengatahun yang dimilikinya, hal ini terjadi karena ilmu yang didapatkannya diarahkan kepada pengabdian kepada kemanusiaan. Dengan Islamisasi ilmu pengatahuan juga akan berdampak pada timbulnya konsep pendidikan yang integrated antara ilmu agama dengan ilmu umum, dengan cara demikian dikhotomi kedua ilmu tersebut akan hilang dengan sendirinya. Untuk itu mampukan kita meraih cita –cita tersebut dunai pendidikanlah yang akan menjawabnya.





DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, M. Ytimin. Drs. MA, 2006, Study Islam Kontemporer, Jakarta: AMZA
Agus, Bustanuddin, 1999, Pengembangan Ilmu-ilmu sosial Studi Banding antara Pandangan Ilmiah dan Ajaran dan Ajaran Islam, Jakarta: Gema Insani
Arifin, Muzayyin. Prof. H. M.E.d, 2003, Kapita Slekta Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara
Arifin, Syamsul, dkk, 1996, Spritual Islam dan Peradaban Masa Depan, Yogyaklarta: SIPRESS
Baiquni, A, 1986, Islam dan Ilmu Pengetahuan Modern, Bandung: MIZAN
Daradjat, Zakiah, 1979, Peranan Agama dalam Kesehatan Mental, Jakarta: Gunung Agung
Departemen Agama RI, 2000, Al-Qur'an dan Terjemahan, Bandung: Diponogoro
Garaudi, Roger, 1983, Janji-Janji Islam, Jakarta: Bulan Bintang
Hasbullah, Moeflich, 2000, Gagasan dan Perdebatan Islamisasi Ilmu Pengatahuan, Jakarta: Pustaka Cidesindo
Nata, Abudin .Prof. Dr. H M.A, 2004, Metodologi Studi Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
……….…, 2003, Manajemen Pendidikan Mengatasi Kelemahan Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: Kencana
Sardar, Ziauddin, 1987, Masa depan Islam, Bandung: Pustaka salman
Sulayman, Abdul Hamid Abu. DR, 1994, Kerisis Pemikiran Islam, Jakarta: Media Da’wah
Sudarsono, Drs. S.H, 1990, Ilmu dan Teknologi dalam Islam, Jakarta: Rineka Cipta
Usa, Muslih, 1991, Pendidikan Islam di Indonesia, Yogyakarta: Tiara wacana Yogya



1.Departemen Agama RI, Al-Qur'an dan Terjemahan, (Bandung: Diponogoro, 2000), h. 179
2.Zakiah Daradjat, Peranan Agama dalam Kesehatan Mental, (Jakarta: gunung Agung, 1979) h. 20
3.Ziauddin Sardar, Masa depan Islam, (Bandung: Pustaka salman, 1987)h. 88
4.Syamsul Arifin, dkk, Spritual Islam dan Peradaban Masa Depan, (cet. I,Yogyaklarta: SIPRESS, 1996), h. 77
5.Bustanuddin Agus, Pengembangan Ilmu-ilmu sosial Studi Banding antara Pandangan Ilmiah dan Ajaran dan Ajaran Islam, (Jakarta: Gema Insani, 1999), h. 12
6.DR. Abdul Hamid Abu Sulayman, Kerisis Pemikiran Islam, (Jakarta: Media Da’wah, 1994), h. 341-343
7.Muslih Usa, Pendidikan Islam di Indonesia, (Yogyakarta: Tiara wacana Yogya, 1991), h. 5
8.Moeflich Hasbullah, Gagasan dan Perdebatan Islamisasi Ilmu Pengatahuan, (Jakarta: Pustaka Cidesindo, 2000), h. 51
9.Moeflich Hasbullah,  Ibid, h. 52
10.Ibid, h. 17
11.A. Baiquni, Islam dan Ilmu Pengetahuan Modern, (Bandung: MIZAN, 1986),h. 146
12.Drs. Sudarsono, S.H, Ilmu dan Teknologi dalam Islam, (Jakarta: Rineka Cipta, 1990), h. 63
13.Prof. Dr. H. Abudin Nata, M.A, Metodologi Studi Islam, (cet. IX, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004), h. 419-420
14.Prof. Dr. H. Abudin Nata, M.A, Ibid, h. 421
15.Prof. Dr. H. Abudin Nata, M.A, Manajemen Pendidikan Mengatasi Kelemahan Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2003), h. 99
16.Prof. Dr. H. Abudin Nata, M.A, Ibid, 100-101
Drs. M. Ytimin Abdullah, MA, Study Islam Kontemporer, (Jakarta: AMZA, 2006), h. 161
Syamsul Arifin, dkk, Op.cit, h. 21
Bustanuddin Agustus, Op.cit, h. 30
Roger Garaudi, Janji-Janji Islam, (terjemahan) H.M.Rasyid, (Jakarta: Bulan Bintang, 1983), h. 56
Prof. H. Muzayyin Arifin, M.E.d, Kapita Slekta Pendidikan Islam, (Jakarta :Bumi Aksara, 2003), h. 19
Departemen Agama RI, Op.cit. h. 6 & 424



1.      Tujuan manajemen  peningkatan Mutu
Manajemen mutu merupakan sebuah kelanjutan dalam perjalanan konsep manajemen untuk memperbaiki kualitas produk serta memberikan kepuasan pelanggan, baik dalam produk, jasa maupun pelayanan yaitu "mutu pengawasan, mutu penjaminan, dan manajemen mutu terpadu"[1]. Jika indikator-indikator ini yang terjadi maka sekolah tersebut brrkualitas atau mencapai kualitas yang diharapkan pelanggan (internal dan eksternal), sebagaimana defenisi diatas.
Atas dasar ini manajemen peningkatan mutu berbasis madrasah/sekolah ini memiliki tujuan atau sasaran dalam implementasinya di dunia pendidikan yaitu :
1.   Meningkatan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam mengelola dan memberdayakan sumber daya yang tersedia.
2.   Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan melalui pengambilan keputusan bersama.
3.   Meningkatkan tanggungjawab sekolah kepada orang tua, masyarakat dan pemerintah tentang mutu sekolah.
4.   Meningkatkan kompetensi yang sehat antar sekolah tentang mutu pendidikan yang akan dicapai.
Bertitik tolak dari tujuan manajemen peningkatan mutu ini pihak sekolah harus siap merancang dan memprogram upaya peningkatan mutu pendidikan dengan mengambil langkah proaktif, inisiatif dan partisipatif untuk mewujudkan sasaran yang telah ditetapkan. Dalam artian sekolah harus dapat membebaskan diri dari keterikatan-keterikatan birokratis yang biasanya banyak menghambat penyelenggaraan pendidikan.
3. Fungsi Manajemen Peningkatan Mutu
Manajemen yang merupakan dasar dan seni dalam kepemimpinan memiliki fungsi dalam proses pelaksanaannya. Dengan fungi manajemen ini akan beraliansi ke arah peningkatan mutu, manajemen akan berjalan dengan baik, menghantarkan suatu organisasi kepada tujuan yang akan dicapai.
Beberapa fungsi manajemen ini akan membantu implementasi manajemen peningkatan mutu sebagai bentuk strategik dan inovatif dalam kebijakan pembaharuan manajemen pendidikan, selanjutnya penulis akan merangkum pendapat ahli dalam teori-teori di bawah ini.
J.Winardi mengemukakan bahwa fungsi manajemen adalah :
Fungsi manajemen secara singkat dapat dijelaskan sebagai berikut, a), perencanaan, fungsi perencanaan membantu suatu organisasi untuk merumuskan dan mencapai sasaran-sasarannya. Para manajer melalui rencana-rencana mereka menyajikan garis besar yang harus dilakukan organisasi agar organisasi tersebut berhasil.b).Pengorganisasian, setelah para manajer menetapkan sasaran-sasaran dan merancang rencana-rencana untuk mencapainya, maka mereka perlu mendesain dan mengembangkan sebuah organisasi yang dapat mencapai tujuan yang digariskan. Pengorganisasian berarti mengubah rencana-rencana menjadi tindakan dengan bantuan kepemimpinan dan motivasi, c).Pengawasan, seorang manajer harus mengupayakan agar hasil aktual dari organisasi sesuai dengan hasil yang direncanakan untuk organisasi tersebut.[2]
Dari teori tersebut dapat dipahami bahwa manajemen memiliki tiga fungsipokok untuk menentukan suatu organisasi, yaitu merencanakan, mengorgani sasikan dan mengawasi. Ketiga fungsi ini memiliki makna yang sangat penting dalam suatu organisasi sebagai fungsi yang harus mampu untuk dilaksanakan oleh seorang pimpinan. Ismail Masya dkk, mengemukakan bahwa :
Dalam proses pelaksanaannya manajemen mempunyai tugas-tugas dan kegiatan-kegiatan tertentu yang harus dilakukan. Tugas ini dinamai fungsi-fungsi manajemen yaitu, a).Perencanaan atau planning, artinya mempelajari dan meramalkan masa depan serta menyusun program-program kegiatan mengenai segala sesuatu yang akan dilakukan dalam rangka pencapaian tujuan yang dinginkan, b). Pengorganisasian atau organizing, maksudnya adalah membuat wadah mengatur hubungan, membagi wewenang, serta tanggung)"awab diantara kelompok organisasi yang akan mewujudkan rencana yang telah disusun sebelumnya. c).Pemberian komando atau commanding, adalah suatu usaha membuat orang lain melakukan pekerjaan sesuai dengan tugas dan wewenang yang dilimpahkan kepadanya.d).Pengkoordinasian atau coordinating, artinya menyatukan kembali, menyerasikan seluruh kegiatan sedemikian rupa sehingga harmonis dan selaras dalam tindakan-tindakannya sehingga tujuan lebih cepat tercapai.e). Pengawasan atau controlling adalah adalah kegiatan yang dilakukan berjalan dengan perencanaan sesuai dengan perencanaan serta peraturan dan prosedur yang telah dibuat sebelumnya.[3]

Fungsi-fungsi manajemen ini mutlak harus dilaksanakan atau dijalankan. Keberhasilan untuk melaksanakan fungsi-fungsi tersebut akan mengakibatkan keberhasilan dalam mencapai tujuan, demikian pula kebalikannya. Dengan kata lain bahwa, manajemen adalah sarana untuk mencapai tujuan melalui pelaksanaan fungsi manajemen itu sendiri,
Henry Fayol dalam T.Hani Handoko mengemukakan bahwa " perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, pemberian perintah, dan pengawasan adalah fungsi-fungsi utama yang dilaksanakan manajer dalam proses manajemen".[4] Dari teori-teori tersebut dapat diambil suatu kesimpulan bahwa, fungsi-fungsi manajemen merupakan proses dalam melaksanakan manajemen sebagai upaya pencapaian tujuan organisasi yang terhimpun dalam perencanaan, pengorganisasian, pengarahan/penggiatan dan pengawasan.


[1] Dede Rosyada, Paradigma Pendidikan Demokratis ;Sebuah Model Pelibatan Masyarakat Dalam Penyelenggaraan Pendidikan,cetke-l (Jakarta: Kencana,2004), h.287.
[2] J.Winardi, Manajemen Perilaku Organisasi, cet.ke-1, (Jakarta: Prenada Media, 2004),
h.27.
[3] Ismali Masya, Manajemen, cet.ke-1 (Jakarta:Depdikbud,1980),s h,31.
[4] T.Hani Handoko, Manajemen, Edisi II, cet.ke-1 (Yogyakarta: BPFG,1984), h.21.