Minggu, 09 Desember 2012

mikiyyah dan madaniyyah


BAB I
PENDAHULUAN
            Al-quran merupakan mukjizat yang terbesar dan abadi, selalu relevan terhadap perkembangan zaman, semakin maju ilmu pemgetahuan semakin tampak validitas kemukjizatannya. Rasulullah menerima wahyu dari Allah SWT dengan tujuan untuk membebaskan manusia dari kegelapan menuju cahaya ilahi dan membimbing manusia ke jalan yang  lurus. Setelah menerima wahyu dari Allah SWT kemudian menyampaikan kepada umatnya. Jika mereka menemukan sesuatu yang kurang jelas tentang ayat- ayat yang mereka terima, maka mereka akan menanyakan langsung kepada Rasulullah SAW.
            Alquran secara teks memang tidak pernah berubah, tetapi penafsiran atas teks selalu berubah, sesuai dengan ruang dan waktu manusia. Oleh sebab itu Al quran selalu membuka diri untuk dianalisis, dipersepsi dan diinterpretasikan (ditafsirkan) dengan berbagai alat, metode, dan pendekatan untuk menguak isinya. Aneka metode diajukan sebagai jalan untuk membedah makna terdalam dari Alquran.
            Alquran seolah menantang dirinya untuk dibedah. Tetapi, semakin dibedah rupanya semakin banyak yang tidak diketahui. Semakin ditelaah, nampaknya semakin kaya makna yang terkuak darinya. Mencari titik temu dan relevansi antara teks dan konteks itulah membutuhkan ilmu alat . dengan ilmu bisa lebih mudah mengaplikasikan makna-makna Alquran           
Begitu luasnya ilmu yang terkandung dalam Al-quran untuk memahami maknanya; diantarannya ilmu tafsir, ilmu gharib Al-quran, asbab an-nuzul, makkiyah-madaniyah, nasikh-mansukh, dan lain sebagainya.
                                     


BAB II
PEMBAHASAN
A.Pengertian Makkiyah dan Madaniyyah
Makiyyah dan Madaniyyah adalah bagian-bagian kitab suci Alquran, yang di dalamnya terdapat sebagian Makiyyah dan Madaniyyah.[1] Namun, dalam memberikan ciri-ciri atau kriteria yang menjadi ayat Makiyyah dan Madaniyyah atau di dalamnya mendefenisikan masing-masingnya, kita temukan beberapa teori yang berbeda-beda, sebab perbedaan orientasi yang menjadi dasar tinjauan masing-masing.
Para ulama mengemukakan empat perspektif untuk membedakan antar ayat-ayat makiyyah dan madaniyyah,keempat perspektif tersebut adalah masa turun (zaman an-nuzul), tempat turun (makaanan nuzul), objek pembicaraan (mukhattab) dan tema pembicaraan (maudhu’)[2]dengan dasarnya masing-masing. Minimal terdapat empat teori yang menentukan kriteria untuk membedakan Makiyyah dan Madaniyyah. Teori-teori yang di maksud ialah:
1.      Teori Mulaahazhatu Makaanin Nuzuli (teori geografis)[3]  
Teori ini berorientasi pada tempat turunnya Alquran / tempat turunnya ayat. Teori ini memberikan defenisi Makiyyah dan Madaniyyah sebagai berikut :   
Menurut sebagian ulama, Makiyyah adalah ayat yang diturunkan di Mekkah dan sekitarmya seperti Mina, Arafah, dan Hudaibiyah[4], baik waktu turunnya itu Nabi Muhammad SAW belum hijrah ke Madinah ataupun sesudah hijrah.
 Madaniyyah adalah ayat yang diturunkan pada waktu Nabi Muhammad di Madinah dan sekitarnya seperti Uhud, Quba dan Sil. Ulama yang mempunyai pendapat seperti ini, memiliki konsekuensi bahwa tidak ada pengecualian secara spesifik dan batasan yang jelas. Sebab yang turun dalam perjalanan seperti di Tabuk atau Baitul Maqdis, tidak termasuk ke dalam salah satu bagiannya.
Adapun yang menjadi dalil dari toeri geografis ini adalah riwayat Abu Amr dan Ustman bin Said Ad-Daimi :
“Alquran yang diturunkan dalam perjalanan ke Madinah sebelum Nabi Muhammad Saw sampai ke  Madinah adalah termasuk Makki. Dan Alquran yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dalam perjalanan-perjalanan beliau, setelah tiba di Madinah adalah termasuk Madani”
     Kelebihan dari teori ini bahwa dari rumusan pengertian Makiyyah dan Madaniyyah ini tegas dan jelas. Jelas, bahwa yang dinamakan Makiyyah adalah setiap ayat atau surah yang diturunkan di Mekkah dan tetap disebut Makiyyah walaupun ayat yang diturunkan di Mekkah itu setelah Nabi Hijrah ke Madinah. Namun,setiap ada kelebihan ada juga kekurangannya, begitu juga dengan teori ini memiliki kekurangan yaitu rumusannya tidak bisa dijadikan patokan, batasan, atau defenisi. Hal ini disebabkan bahwa tidak semua ayat Alquran hanya turun di Mekkah atau Madinah. Ada beberapa ayat yang turun di luar kedua daerah tersebut. Misalnya surah At Taubah ayat 42 yang berbunyi :
öqs9 tb%x. $ZÊ{tã $Y7ƒÌs% #\xÿyur #YϹ$s% x8qãèt7¨?^w .`Å3»s9ur ôNyãèt/ ãNÍköŽn=tã èp¤)±9$# 4 šcqàÿÎ=ósuyur «!$$Î/ Èqs9 $oY÷èsÜtFó$# $uZô_tsƒm: öNä3yètB tbqä3Î=ökç öNåk|¦àÿRr& ª!$#ur ãNn=÷ètƒ öNåk¨XÎ) tbqç/É»s3s9 ÇÍËÈ  


“Dan kalau yang kamu serukan (kepada mereka) itu keuntungan yang mudah diperoleh dan perjalanan yang tidak jauh, tentu mereka akan mengikuti kamu”[5]
Dan surah Az-Zukhruf ayat 45 yang berbunyi :
ö@t«óur ô`tB $oYù=yör& `ÏB y7Î=ö6s% `ÏB !$uZÎ=ß $uZù=yèy_r& `ÏB Èbrߊ Ç`»uH÷q§9$# ZpygÏ9#uä tbrßt7÷èムÇÍÎÈ  
“Dan tanyakanlah kepada rasul-rasul Kami yang telah Kami utus sebelum kamu, adakah Kami menentukan tuhan-tuhan untuk disembah selain Allah Yang Maha Pemurah”.[6]
            Kedua surah di atas turun di kota yang jauh dari Mekkah maupun Madinah, At-Taubah: 42 turun di daerah Tabuk[7] sedangkan Az-Zukhruf turun di Baitul Muqaddas, daerah Palestina pada malam Isra Mikraj Nabi Muhammad SAW. Karena itu tidak termasuk Makiyyah dan Madaniyyah.
2.Teori Mulaahazhatul Mukhaatabiina Fin Nuzuuli  (teori subjektif)
“Makiyyah adalah ayat-ayat yang menjadi khitab bagi orang-orang Mekkah. Sedangkan Madaniyyah adalah ayat-ayat yang menjadi khitab bagi orang-orang Madinah”[8].
Maksud dari teori ini adalah berorientasi pada subjek siapa yang dikhitab/ dipanggil dalam ayat. Jika subjeknya orang-orang Mekkah maka dinamakan Makiyyah. Dan  jika subjeknya orang-orang  Madinah, maka dinamakan Madaniyyah.
Menurut teori ini, ayat Makiyyah berisi panggilan kepada penduduk Mekkah dengan menggunakan kata “Yaa Ayyuhan Naasu” (wahai manusia) atau “Yaa Ayyuhal Kaafiruuna” (wahai orang-orang kafir) atau “Yaa Banii Aadama” (Hai anak cucu nabi Adam). Sebab mayoritas penduduk Mekkah adalah orang-orang kafir, walaupun orang kafir dari daerah lain ikut terpanggil.
Dan ayat Madaniyyah berisi panggilan kepada penduduk Madinah. Semua ayat yang dimulai dengan “Yaa Ayyuhal ladziina Aamanuu” ( wahai orang-orang yang beriman) adalah ayat/ surah Madaniyyah. Sebab mayoritas penduduk Madinah adalah mukminin, walaupun kaum mukminin dari daerah lain juga ikut terpanggil.
Kelebihan dari teori ini adalah rumusannya lebih mudah diingat dan dimengerti. Tetapi teori ini mempunyai 2 kelemahan yaitu rumusannya tidak mencakup seluruh ayat Alquran. Sebab, dari 6236 ayat yang menggunakan panggilan seperti itu hanya 511 ayat saja[9]. Kelemahan yang ke dua adalah rumusan kriterianya juga tidak dapat berlaku secara menyeluruh, bahwa semua ayat yang dimulai dengan “Yaa Ayyuhan Naasu” itu pasti Makiyyah, dan “ Yaa ayyuhalladziina Aamanuu” itu Madaniyyah. Teori ini tidak dapat dipertanggungjawabkan. Karena, ternyata ada beberapa ayat yang dimulai dengan “Yaa Ayyuhannaasu” bukan Makiyyah tatapi Madaniyyah. Contohnya QS An-Nisa’ ayat 1:
$pkšr'¯»tƒ â¨$¨Z9$# (#qà)®?$# ãNä3­/u Ï%©!$# /ä3s)n=s{ `ÏiB <§øÿ¯R ;oyÏnºur t,n=yzur $pk÷]ÏB $ygy_÷ry £]t/ur $uKåk÷]ÏB Zw%y`Í #ZŽÏWx. [ä!$|¡ÎSur 4 (#qà)¨?$#ur ©!$# Ï%©!$# tbqä9uä!$|¡s? ¾ÏmÎ/ tP%tnöF{$#ur 4 ¨bÎ) ©!$# tb%x. öNä3øn=tæ $Y6ŠÏ%u ÇÊÈ  
“Hai sekalian manusia bertakwalah kepada Tuhanmu....” (QS An-Nisa: 1)  

3. Teori Mulahazhatu Zamaanin Nuzuuli ( Teori Historis)/ Ditinjau dari waktu turunnya.
Teori ini menyatakan Makiyyah adalah ayat yang diturunkan sebelum hijrah meski bukan di Mekkah,seperti Mina, Arafah, Hudaiybiyah. Sebaliknya, Madaniyyah adalah ayat yang diturunkan sesudah hijrah walaupun bukan diturunkan di Madinah. Ayat yang diturunkan sesudah hijrah walaupun di Mekkah dan Arafah adalah Madaniyyah seperti yang diturunkan pada tahun penaklukan kota Mekkah, misalnya Qs An Nisa’ ayat 58 yang berbunyi:
* ¨bÎ) ©!$# öNä.ããBù'tƒ br& (#rŠxsè? ÏM»uZ»tBF{$# #n<Î) $ygÎ=÷dr& #sŒÎ)ur OçFôJs3ym tû÷üt/ Ĩ$¨Z9$# br& (#qßJä3øtrB ÉAôyèø9$$Î/ 4 ¨bÎ) ©!$# $­KÏèÏR /ä3ÝàÏètƒ ÿ¾ÏmÎ/ 3 ¨bÎ) ©!$# tb%x. $JèÏÿxœ #ZŽÅÁt/ ÇÎÑÈ  
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak……”
Ayat tersebut diturunkan di Mekkah pada tahun penaklukan kota Mekkah, atau diturunkan pada hari haji wada’, seperti firman Allah:
“Hari ini telah Kusempurnakan untuk agamamu, telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku dan telah Ku-ridhai Islam menjadi agama bagimu” (Qs Al Maidah : 3).
Secara singkat ulama yang mendefenisikan makiyyah dan madaniyyah dengan orientasi surah seperti : Surah makiyyah adalah surah yang turun sebelum hijrah dan surah madaniyah adalah surah yang turun setelah hijrah[10].
Kelebihan dari teori ini dinilai ulama sebagai teori yang benar dan baik. Rumusan dari teori ini mencakup keseluruhan ayat Alquran sehingga dapat dijadikan defenisi/ batasan.  Ulama sepakat bahwa teori ini lebih baik dari teori semuanya karena ia lebih konsisten dan memberi kepastian.
4.Teori Mulahazhatu Ma Tadhammanat As-Suuratu (teori content analysis)
Menurut teori ini, ayat Makkiyah adalah ayat yang berisi cerita-cerita umat dan para Nabi / Rasul, sedangkan yang disebut Madaniyyah adalah ayat yang berisi hukum hudud, faraid dan sebagainya.
Kelebihan dari teori ini adalah jelas, sehingga mudah dipahami.

B. Ciri-Ciri Makiyyah dan Madaniyah
1.    Tanda-tanda Makiyyah
Ayat makiyyah mempunyai tanda-tanda :
a.    Dimulai dengan panggilan “Ya ayuhannas”.
b.    Didalamnya terdapat “Kalla”. Lafal tersebut dalam AL-Qur’an ada 33 kali, contoh: QS. Al Mu’min ayat 100.
c.    Di dalamnya terdapat ayat-ayat sajadah, di dalam Al-Qur’an ada 15 ayat sajadah, Contoh : QS. Al ‘Araf ayat 206.
d.   Dipermulaannya terdapat huruf-huruf tahajji atau huruf yang terpotong-potong. Di dalam Al-Qur’an terdapat 99 Surah, contoh Surah Shad.
e.    Di dalamnya terdapat cerita-cerita para Nabi dan Umat terdahulu, selain Surah Al-Baqarah. Contoh : Surah Yusuf, Ynus.
f.     Di dalamnya berisi cerita terhadap kemusrikan dan penyembahan selain kepada Allah.
g.    Di dalamnya berisi keterangan adat orang-orang kafir dan orang Musriyk yang suka mencuri, merampok, membunuh, dsb.
h.    Di dalamnya berisi penjelasan dengan bukti-bukti dan argumentasi dari alam ciptaan Allah yang dapat menyadarkan orang-orang kafir.
i.      Berisi ajaran prinsip-prinsip akhlak yang mulia dan pranata sosial yang tinggi.
j.      Berisi nasehat petunjuk dan ibarat-ibarat dari cerita yang dapat menyadarkan bahwa kekafiran, kedurhakaan mengakibatkan kehancuran.
k.    Berisi ayat-ayat Nida atau panggilan yang di tujukan kepada penduduk mekkah atau orang-orang kafir, musyrik.
l.      Kebanyakan surah/ayat-ayatnya pendek-pendek.

2.    Tanda-tanda Madaniyyah
Tanda-tanda surah madaniyyah cukup banyak diantaranya :
a.    Di dalamnya berisi hukum-hukum/hudud pidana, seperti perampokan, pencurian. Misalnya QS Al-Baqarah, An-Nisa.
b.    Di dalamnya berisi hukum-hukum faraid atau warisan. Contohnya QS An-Nisa, Al-Maidah.
c.    Di dalamnya berisi izin jihad fisabilillah dan hukum-hukumnya. Contohnya QS At-Taubah, Al-Anfal.
d.   Berisi keterangan mengenai orang-orang munafik dan sifat-sifat serta perbuatannya. Contoh QS An-Nisa, Al-Munafiqun.
e.    Berisi hukum-hukum ibadah seperti shalat, zakat, puasa, dsb. Contoh QS Al- Imran, Al-Maidah.
f.     Berisi hukum-hukum mu’amalah seperti jual beli, sewa menyewa, gadai. Contoh QS AL-Baqarah, Al-Imran.
g.    Berisi hukum-hukum munkahat baik mengenai nikah, thalak, atau hadhanah.  Contoh Qs An-nur, At-Thalaq.
h.    Berisi- Hukum-hukum kemasyarakatan, kenegaraan. QS. Al-Maidah, Al-Hujarat.
i.      Berisi da’wah kepada orang-orang yahudi dan nasrani serta penjelasan Aqidah mereka yang menyimpang, contoh Al-Fath
j.      Berisi ayat-ayat nida yang ditujukan kepada penduduk madinah yang islam, dengan khithab atau seruan “ya ayuhal lazinaamanu
k.    Kebanyakan surah/ayat-ayatnya panjang-panjang sebab di tujukan kepada penduduk madinah yang kebanyakan orang-orangnya kurang terpelajar sehingga perlu ungkapan yang luas agar jelas.
C. Macam-macam Surah Makiyyah dan Madaniyyah
            Umumnya ‘ulama membagi macam-macam surah Al-Qur’an menjadi dua kelompok, yaitu Makiyyah dan Madaniyyah.
Pada orientasi surah ulama berbeda pendapat dalam menyikapi surah makiyyah dan surah madaniyyah dalam Al-qur’an, ulama tafsir mengungkapkan :
1.        ‘Ulama bersepakat bahwa ada 19 surah adalah surah Madaniyyah yaitu Al-Baqarah, Al-Imran, An-Nisa, Al-Maidah, Al-Anfal, At-Taubah, An-nur, Al-ahzab, Al-Qital/Muhammad, Al-Fatah, Al-Hujarat, Al-Mujadillah, Al-Hasyr, Al-Mumtahana, Al-Jum’ah, Al-Munafiqun, At-Thalaq, At-Tahrim, An-Nasr.
2.        ‘Ulama bersepakat surah makiyyah sebanyak 71 surah makiyyah.
3.        Tidak sepakat ‘ulama ada 24 surah yaitu : Al-Fatiha, Yunus, Ar-ra’du, Al-Hij, Al-Furqan, Yasin, Al-Hadid, As-Shaf, At-Taghabun, Al-Ihsan, Al-Mutaffifin, Al-Fajr, Al-Balad, Al-Lail, Al-Qadr, Al-Bayyiah, Al-Zalzalah, Al-‘Adiyat, At-Takasur, Al-Ma’aun, Al-Kausar, Al-Ikhlas, Al-Falaq, An-Nas.[11]
Pada literatur lain ditemukan bahwa Prof Abdul Jalal menerangkan dalam bukunya Ulumul Qur’an bahwa disepakati ulama surah makiyyah itu ada 82 Surah dan yang di sepakati surah madaniyyah ada 20. Sedangkan 12 surah lagi masih di perselisihkan status makiyyah dan madaniyyah.
Perbedaan-perbedaan pendapat ulama dikarenakan adanya sebahagian surah yang seluruh ayat-ayatnya makiyyah tau madaniyyah dan ada sebahagian surah lain yang tergolong makiyyah atau madaniyyah tetapi di dalamnya berisi sedikit ayat yang lain statusnya. Karena itu surah-surah Al-Qur’an terbagi empat macam, sebagai berikut :


a.         Surah-surah makiyyah murni
Yaitu surah-surah makiyyah yang seluruh ayat-ayatnya berstatus makiyyah semua, tidak ada satupun ayat madaniyyah. Surah-surah yang berstatus makiyyah murni ini seluruhnya ada 58 surah yang berisi 2074 ayat. Contoh surah Al-fatiha, Yunus, Ar-Ra’du, Al-Anbiya, Al-Mu’minun, An-Naml, Shad, Fatir, dan surah-surah pendek pada Zuz 30 kecuali surah An-nashr.
b.        Surah-surah madaniyah murni
Yaitu surah-surah madaniyyah yang seluruh ayat-ayatnya madaniyyah semua, tidak satu ayat pun yang makiyyah. Surah-surah yang berstatus madaniyyah murni ini berjumlah 18 Surah, yang terdidri dari 737 ayat, contoh QS Al-Imran, Qn-Nisa, An--Nur, Al-Ahzab, Al-Hujurat, Al-Mumtahana, Al-Zaljalah.
c.         Surah-surah makiyyah yang berisi ayat madaniyyah
Yaitu surah-surah yang sebenarnya kebanyakan ayat madaniyyah sehingga statusnya makiyyah tetapi dalamnya terdapat sedikit ayat yang berstatus madaniyyah, tetapi surah-surah yang seperti ini dalam Al-Qur’an ada 32 Surah, yang terdiri dari 2699 ayat. Contohnya surah Al-An’am, Al-A’raf, Hud, Yusuf, Ibrahim, Al-Furqan, Az-Zumar, As-Syura, Al-Waqi’ah.
d.        Surah-surah madaniyyah yang berisi ayat makiyyah
Yaitu surah-surah yang kebanyakan ayatnya berstatus madaniyyah. Surah-surah yang demikian ini terdapat dalam Al-Qur’an 6 surah yang terdiri dari 726 Ayat, Contoh QS Al-Baqarah, Al-Maidah, Al-Anfal, At-taubah, Al-Haj dan Muhammad.
D. Dasar-dasar Penetapan Makiyyah dan Madaniyah
Adapun yang dapat menentukan surah itu makiyyah atau madaniyyah ada dua hal yaitu :
1.Dasar Aghlabiyah atau mayoritas
Yakni kalau satu surah itu mayoritas atau kebanyakan ayat-ayatnya adalah makiyyah maka di sebut surah makiyyah. Sebaliknya Jika yang terbanyak dalam suatu surah itu adalah madaniyyah atau di turunkan setelah nabi hijrah, maka surah tersebut di namakan surah madaniyyah.
2.Dasar Tabaa’iyah atau kontinuitas
Yakni kalau permulaan surah itu di dahului dengan ayat-ayat yang turun sebelum hijrah, maka surah tersebut berstatus sebagai surah-surah makiyyah. Sebaliknya jika ayat-ayat pertama dari surah itu di turunkan setelah hijrah, atau berisi hukum-hukum syari’at maka surah tersebut dinamakan surah madaniyah.
Penilaian suatu surah itu apakah makiyyah atau madaniyah bukan menunjukkan bahwa totalitas ayat adalah turun di Madinah atau Mekkah.
Surah makiyyah tidak berarti seluruh ayat turun di Mekkah (sebelum hijrah) dan surah madaniyyah bukan berarti seluruh ayat turun di Madinah. Penamaan itu hanyalah karena surah karena surah tersebut memuat mayoritas ayat makiyyah dan madaniyyah.[12]
Jika tinjauan menentukan makiyyah atau madaniyyah adalah kronologi waktu turunya, maka akan menjadi kajian yang lebih rumit karena sulitnya menemukan mushaf yang merujuk pada kronologi waktu turunnya. Koleksi mushaf para sahabat yang diantaranya yang ditulis berdasarkan kronologi turunnya ayat semuanya sudah di bakar tim yang dibentuk Utsman.[13] Inilah yang menjadi kendala besar jika penilaian makiyyah dan madaniyyah di rujuk berdasarkan kronologi waktu turunya ayat. Jadi pembakaran mushaf para sahabat bisa juga berarti sebagai kerugian intelektual, karena dengan demikian sulit melacak kronologi ayat berdasarkan waktunya.[14]

E.Perbedaan Makiyyah dan Madaniyyah
Banyak perbedaan antara makiyyah dan madaniyyah diantaranya tinjauan makiyyah atau madaniyyah dari segi topik yang dibicarakan maka merujuk kepada yang dikhitbah, jika yang dikhitbah adalah penduduk Makkah maka itu adalah makiyyah dan jika yang di khitbah adalah penduduk Madinah maka itu adalah madaniyyah. Jika di kerucutkan maka tinjauan ini tertuju kepada orangnya, atau segi orang-orang yang dihadapinya (ta’yin syakhsyi)[15].
 Selain itu ada beberapa hal lain yang dapat di jadikan rujukan mengetahui apakah itu makiyyah atau madaniyyah:
1.         Segi konteks kalimat
a.    Sebagian besar surat Makiyyah mempunyai cara penyampaian yang keras dalam konteks pembicaraan karena ditujukan kepada orang-orang yang mayoritas adalah pembangkang lagi sombong dan hal tersebut sangat pantas bagi mereka. Bacalah surat Al- Mudatsir dan Al-Qamar. Sedangkan sebagian besar surat Madaniyyah mempunyai cara penyampaian lembut dalam konteks pembicaraan karena ditujukan kepada orang-orang yang mayoritas menerima dakwah. Contonya QS Al-Maidah.
b.    Sebagian besar surat Makiyyah pendek dan di dalamnya banyak terjadi perdebatan (antara para Rasul dengan kaumnya), karena kebanyakan ditujukan kepada orang-orang yang memusuhi dan menentang, sehingga konteks kalimat yang digunakan disesuaikan dengan keadaan mereka. Contohnya surah At-Thur.
c.    Surat Madaniyyah kebanyakan panjang dan berisi tentang hukum-hukum tanpa ada perdebatan karena keadaan mereka yang menerima dakwah. Contoh ayat dain (ayat tentang hutang) pada QS surat Al-Baqarah ayat 282.

2.         Segi tema
a.    Sebagian besar surat Makiyyah bertemakan pengokohan tauhid dan akidah yang benar, khususnya berkaitan dengan tauhid uluhiyah dan penetapan iman kepada Hari Kebangkitan karena kebanyakan yang diajak bicara mengingkari hal itu.
b.    Sebagian besar surat Madaniyyah berisi perincian ibadah-ibadah dan mu’ammalah karena keadaan manusia waktu itu jiwanya telah kokoh dengan tauhid dan akidah yang benar, sehingga membutuhkan perincian tentang berbagai ibadah dan mu’ammalah.
c.    Dalam ayat Madaniyyah banyak disebutkan tentang jihad, hukum-hukumnya dan keadaan orang munafik karena keadaan yang menuntut demikian, dimana pada masa tersebut telah disyari’atkan jihad dan mulai bermunculan orang-orang munafik, berbeda dengan isi surat Makiyah.
F. Faedah Mengetahui Makiyyah dan Madaniyah
Mengetahui surat Makiyyah dan Madaniyyah merupakan salah satu bidang ilmu Al-Qur’an yang penting karena di dalamnya terdapat beberapa manfaat serta kegunaan yang bermacam-macam, antara lain sebagai berikut :
1.    Bukti ketinggian bahasa Al-Qur’an
Di dalam Al-Qur’an Allah Ta’ala mengajak bicara setiap kaum sesuai keadaan mereka baik dengan penyampaian yang keras maupun lembut.

2.    Mengetahui sejarah syari’at,
Periode sebelum hijrah merupakan tahapan pertumbuhan karena itu di berikan secara perlahan-lahan dan tidak merasa di beratkan. Sedangkan periode setelah hijrah merupakan tahapan perkembangan sehingga umat suda siap menerima segala yang datang dari Allah.[16]
3.    Hikmah pembuatan syariat
     Hal ini sangat nyata dimana Al-Qur’an turun secara berangsur-angsur dan bertahap sesuai keadaan umat pada masa itu dan kesiapan mereka di dalam menerima dan melaksanakan syari’at yang diturunkan.
4.    Tahap penurunan ayat
     Mudah untuk mengetahui mana ayat yang turun lebih dahulu dan belakangan.
5.    Keimanan dan keyakinan
     Dengan mengetahui makiyyah dan madaniyyah maka dapat meningkatkan keyakinan terhadap kesucian, keaslian dan kemurnian Al-Qur’an, melihat bahwa hukum ajaran ataupun bentuk tulisan da kata-kata masih tetap original, tidak berkurang atau bertambah satu huruf pun.
6.    Perbedaan ushlub-ushlub Al-Qur’an
     Mengetahui perbedaan bentuk bahasa Al-Qur’an dalam surah makiyyah dan madaniyyah.
7.    Mengetahui kondisi masyarakat
     Dengan mengetauhi ilmu makiyyah dan madaniyyah dapat diketahuhi situasi kondisi masyarakat Mekkah dan Madinah khususnya pada waktu turunya ayat-ayat Al-Qur’an.
8.    Pendidikan tahapan risalah/penyampaian pendidikan atau da’wah
     Hal ini terkhusus di sampaikan kepada pendidik dan para da’i serta pengarahan bagi mereka agar mengikuti metode Al-Quran dalam tata cara penyampaian dan pemilihan tema yakni memulai dari perkara yang paling penting serta menggunakan kekerasan dan kelembutan sesuai tempatnya.

9.    Pembeda antara nasikh (hukum yang menghapus) dengan mansukh (hukum yang dihapus).
    Diantaranya apabila terdapat dua ayat yaitu Madaniyyah dan Makiyyah yang keduanya memenuhi syarat-syarat nasikh (penghapusan) maka ayat Madaniyyah tersebut menjadi nasikh (hukum yang menghapus) bagi ayat Makiyyah karena ayat Madaniyyah datang belakangan setelah ayat Makiyyah.
BAB III.
KESIMPULAN
Terdapat empat teori yang menentukan kriteria untuk membedakan Makiyyah dan Madaniyyah. Teori-teori yang di maksud ialah:
1.Teori Mulaahazhatu Makaanin Nuzuli (teori geografis)
Makiyyah adalah ayat yang diturunkan di Mekkah dan sekitarmya seperti Mina, Arafah, dan Hudaibiyah. Madaniyyah adalah ayat yang diturunkan pada waktu Nabi Muhammad di Madinah dan sekitarnya seperti Uhud, Quba dan Sil.
2.Teori Mulaahazhatul Mukhaatabiina Fin Nuzuuli  (teori subjektif)
Makiyyah adalah ayat-ayat yang menjadi khitab bagi orang-orang Mekkah. Sedangkan Madaniyyah adalah ayat-ayat yang menjadi khitab bagi orang-orang Madinah.
3.Teori Mulahazhatu Zamaanin Nuzuuli ( Teori Historis)/ Ditinjau dari waktu turunnya.
Teori ini menyatakan Makiyyah adalah ayat yang diturunkan sebelum hijrah meski bukan di Mekkah,seperti Mina, Arafah, Hudaiybiyah. Sebaliknya, Madaniyyah adalah ayat yang diturunkan sesudah hijrah walaupun bukan diturunkan di Madinah.
4.Teori Mulahazhatu Ma Tadhammanat As-Suuratu (teori content analysis)
Menurut teori ini, ayat Makkiyah adalah ayat yang berisi cerita-cerita umat dan para Nabi / Rasul, sedangkan yang disebut Madaniyyah adalah ayat yang berisi hukum hudud, faraid dan sebagainya.
Dari keempat teori yang telah dikemukakan, ulama sepakat bahwa teori Mulahazhatu Zamaanin Nuzuuli ( teori historis) lebih baik dari teori semuanya karena ia lebih konsisten dan memberi kepastian.
Adapun manfaat mengetahui Makiyyah dan Madaniyah, antara lain: sebagai bukti ketinggian bahasa Al-Qur’an, mengetahui sejarah syari’at, hikmah pembuatan syariat, mengetahui tahap penurunan ayat, meningkatkan keyakinan terhadap kesucian, keaslian dan kemurnian Al-Qur’an, mengetahui perbedaan bentuk bahasa Al-Qur’an dalam surah makiyyah dan madaniyyah, mengetahui kondisi masyarakat, mengikuti metode Al-Quran dalam tata cara penyampaian dan pemilihan tema yakni memulai dari perkara yang paling penting serta menggunakan kekerasan dan kelembutan sesuai tempatnya,  pembeda antara nasikh (hukum yang menghapus) dengan mansukh (hukum yang dihapus).
  
















DAFTAR PUSTAKA
Al Abyadi, Ibrahim. 1996. Sejarah Al-Qur’an. Jakarta: Rineka Cipta.

Anwar, Rosihan. 2007. Ulum Al-Quran. Bandung: Pustaka Setia.

Assais, Muhammad Ali. 1927. Tarikh Al-Fikh Al-Islamiyyah. Damaskus Syuria: Darul Asma’.

Djalal H.A, Abdul. 2000. Tt. Ulumul Qur’an. Surabaya: Dunia Ilmu.

Al Hasni, Muhammad bin Alawi al Maliki. 1999. Mutiara Ilmu-Ilmu Al-Qur’an. Bandung: Pustaka Setia.

Al Qaththan, Manna’. 1973. Mabahits fi Ulum AlQuran. Ttp: Mansyurat Al-Ashr Al Hadis.

Al-Qaththan, Manna’. 2008. Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an.  Jakarta: Pustaka Alkautsar.

RI, Departemen Agama. 2009. Al-Qur’anulkarim Terjemah Per-kata. Jakarta: Sygma.

Ash-Shiddieqy, Teuku Muhammad Hasbi. 1980. Sejarah dan pengantar Ilmu al-Qur’an/Tafsir. Jakarta: Bulan Bintang.

Ash-Shiddieqy, Teuku Muhammad Hasbi. 2009.  Ilmu-ilmu al-Qur’an dan tafsir. Semarang: Pustaka Rizki Putra.

Shihab, M. Quraish  dkk. 2000. Sejarah dan ‘Ulumul Qur’an. Jakarta: Pustaka Firdaus.

Shihab, Umar. 2005. Kontekstual Alquran. Jakarta: Penamadani.

Asy Syafii, Al Imam Jalaluddin Assuyuti. 1996. Al Itsqan Fi ‘Ulumil Qur’an Jilid 1. Bairut: Al Kutub Assaqofiyyah.

Yusuf, Kadar M. 2010. Studi Al-Qur’an. Jakarta: Amzah.

____________ Menafsirkan al-Qur’an. 2002. Semarang: PT Pustaka Rizki Putra.






























[1] Abdul Djalal H.A, Ulumul Qur’an (Surabaya: Dunia Ilmu, 2000), h.77.
[2]Manna’ Al Qaththan, Mabahits fi Ulum AlQuran, (Ttp: Mansyurat Al-Ashr Al Hadis, 1973),h. 61.

[3] Ibid, h. 78.
[4] Syaikh Manna’ Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an, (Jakarta: Pustaka Alkautsar, 2008), h. 74.
[5] Departemen Agama RI, Al-Qur’anulkarim Terjemah Per-kata, (Jakarta: Sygma, 2009), h. 194

[6] Departemen Agama RI, Ibid, h. 492.

[7] Rosihan Anwar, Ulum Al-Quran, (Bandung: Pustaka Setia, 2007), h. 103.

[8] Al-Qaththan, ibid, h. 62.
[9] Abdul Djalal, ibid, h. 82.
[10] Al Imam Jalaluddin Assuyuti Asysyafii, Al Itsqan Fi ‘Ulumil Qur’an Jilid 1,(Bairut: Al Kutub Assaqofiyyah, 1996), h. 35.
[11] Muhammad Ali Assais, Tarikh Al-Fikh Al-Islamiyyah, (Damaskus Syuria: Darul Asma’, 1927), h. 65.
[12]M. Quraish Shihab, Ahmad Sukardja, dkk, Sejarah dan ‘Ulumul Qur’an, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2000), h. 72.

[13] Ibid, h. 65.

[14] Ibid

[15] Teuku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Ilmu-ilmu al-Qur’an , Ilmu-ilmu Pokok dalam
Menafsirkan al-Qur’an, (Semarang: PT Pustaka Rizki Putra, 2002), h. 62.

[16] Kadar  M Yusuf, Studi Al-Qur’an, (Jakarta: Amzah, 2010), h. 31. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar