Sabtu, 08 Desember 2012

pemikiran muhammad Ali Pasyaa


BAB I
PENDAHULUAN
Kata yang lebih dikenal untuk pembaharuan adalah modernisasi. Kata modernisasi lahir dari dunia barat, adanya sejak terkait dengan masalah agama. Dalam masyarakat barat kata modernisasi mengandung pengertian pemikiran, aliran, gerakan, dan usaha untuk mengubah paham-paham, adat istiadat, institusi-institusi lama dan sebagainya. Agar semua itu dapat disesuaikan dengan pendapat-pendapat dan keadaan baru yang ditimbulkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern. Namun bukan berarti pembaharuan disini mengubah isi Al-Quran dan Hadist. Mulai abad
pertengahan merupakan abad gemilang bagi umat Islam.
Pada abad kedelapanbelas terjadi persaingan keras antara Perancis dan Inggris untuk berebut pengaruh di dunia Timur. Oleh karena itu Napoleon Bonaparte (1769-1821) dari Perancis melihat kedudukan Mesir, secara geografis, sangat strategis sebagai batu loncatan untuk menguasai India, meskipun nantinya usahanya gagal di Palestina.[1]

Napoleon Bonaparte bersama tentara Perancis mendarat di Alexandria, Mesir, pada tanggal 2 Juli 1798. Saat itu pertahanan kerajaan Turki Usmani dan Mamluk berada dalam keadaan lemah. Dari literatur yang ada disebutkan kota-kota penting seperti Alexandria, Rasyid dan Kairo telah jatuh ketangan  Napoleon Bonaparte. Tanggal 22 Juli Napoleon sudah dapat menguasai seluruh negeri Mesir.[2]
Muhammad ‘Ali Pasya menyadari akan kemunduran orang-orang Mesir setelah pendudukan Napoleon Bonaparte, semenjak itulah ‘Ali mengadakan pembaharuan dalam masyarakat Mesir dalam bidang ekonomi, militer, pendidikan dan publikasi. Dalam hal pendidikan ‘Ali mendirikan Sekolah Modern (tingkat dasar, menengah dan tinggi). ‘Ali juga melakukan inovasi pendidikan dalam lini kurikulum meliputi (Ilmu Pengetahuan Bahasa, Ilmu Pengetahuan Sosial, Ilmu Pengetahuan Alam, Matematika, dan Pengetahuan Keterampilan). Pembaharuan inilah menurutnya dapat membangun negeri Mesir dari ketertinggalan.
BAB II
PEMBAHASAN
GERAKAN PENDIDIKAN MUHAMMAD ‘ALI PASYA

A.    Latar Belakang Kehidupan Muhammad Ali Pasya
Muhammad Ali atau lebih dikenal dengan Muhammad Ali Pasya dilahirkan pada bulan Januari 1765 M, di Kawalla, sebuah kota yang terletak dibagaian utara Yunani dan meninggal di Mesir pada tahun 1849. Negeri inti telah menjadi bagaian Negara Turki Utsmani sejak ditaklukkannya oleh Sultan Muhammad II Al-fatih (855/1451-886/1481) pada tahun 857/1453 dan baru dapat melepaskan diri dari kekuasaan Istanbul pada tahun 1245/1829.[3] Ayah Muhammad Ali Pasyah bernama Ibrahim Agha, seorang  imigran Turki, kelahiran Yunani. Ia mempunyai 17 orang putera dan salah seorang diantaranya bernama Muhammad Ali Pasya. Pekerjaan ayahnya disamping sebagai penjual rokok juga sebagai kepala petugas juga (watchman) pada sebuah kota didaerahnya.
            Pada awal keahadiran Muhammad Ali pasya di Mesir, hubungannya berjalan dengan mudah menyesuaikan diri dengna masyarakatnya. Hampir setiap masalah yang muncul dapat diselesaikan, karena ia dikenal sebagai perwira yang luwes dan mempunyai wawasan masa depan. Tetapi ketika ia mulai menerapakan ide-idenya, maka mulailah muncul tantangan dari penduduk Mesir terutama dari kaum ulama.[4] Namun karena kearifannya, Muhammad Ali Pasya dapat meredam setiap reaksi yang muncul sehingga dalam waktu singkat ia dapat mewujudkan program pembaharuannya dalam berbagai bidang antara lain bidang militer, ekonomi, pendidikan dan ilmu pengetahuan.
            Pertama bidang militer, seperti halnya dengan raja-raja lainnya, Muhammad Ali Pasya pertama-tama melakukan rekontruksi terhadap kekuatan militernya, karena ia yakin bahwa kekuasaan hanya dapat dipertahankan dan diperbesar dengan kekutan militer.[5] Tetapi berlainan dengan raja-raja lain, ia mengerti bahwa dibelakang kekuatan militer itu mesti ada kekuatan ekonomi yang sanggup membelanjai pembaharuan dalam bidang militer dan bidang-bidang lain yang berhubungan dengan urusan militer.
            Pendudukan Mesir oleh Napoleon dengan kemenangan perang yang amat cepat telah membuka mata Muahmmad Ali Pasya tentang kelemahan umat Islam. Untuk melawan Napoleon Bonaparte yang telah menguasai Mesir, sultan Hamid III (1789-1807) mengumpulkan tentara. Salah seorang perwiranya ialah Muhammad Ali Pasya.
            Setelah ia dewasa ia bekerja sebagai pemungut pajak, namun karena kecakapannya dalam pekerjaan ini, ia menjadi kesayangan Gubernur Utsamani setempat. Akhirnya ia diangkat sebagai orang yang membantu Gubernur tersebut dan mulai dari waktu itu bintangnya terus menaik. Selanjutnya ia masuk dunia militer dan dalam lapangan ini juga menujukkan kecakapan dan kesanggupannya, sehingga pangkatnya cepat naik menjadi perwira. Ketika pergi ke-Mesir ia mempunyai kedudukan wakil perwira yang mengepalai pasukan yang dikirim dari daerahnya.
            Dalam pertempuran dengan tentara Perancis, Ali menujukkan keberanian yang luar biasa. Karena itu, ia diangkat menjadi colonel. Ketika tentara Perancis meninggalkan Mesir pada tahun 1801. Muhammad Ali betul-betul menjadi penguasa penuh Mesir. Ia menjadi wakil resmi sultan (Kerajaan Utsmani) di Mesir. Ia menjalankan kekuasaan sebagai dictator. Pada tahun 1805, ia memberinya gelar Pasya pada dirinya sendiri.
            Muhammad Ali Pasya mengetahui bahwa kekuasaannya hanya dapat dipertahankan dengan kekuasaan militer. Di belakang kekuatan militer itu harus harus ada kekuatan ekonomi. Inilah dua pemikiran pokok Muhammad Ali Pasya. Muahmmad Ali Pasya turut memainkan peranan penting dalam kekosongan kekuasaan politik yang timbul sebagai akibat dari kepergian tentara waktu itu. Kaum Mamluk yang dahulu lari dikejar Napoleon kembali ke Kairo untuk memegang kekuasaan mereka yang lama. Dari Istanbul datang pula Pasya dengan tentara Utsmani. Kedua golongn ini berusaha keras untuk merbut kekuasaan bagi pihaknya. Simpati rakyat Mesir menaruh rasa benci kepada kaum Mamluk dapat diperolehnya. Pasukan dipimpinnya bukan terdiri dari orang-orang turki, tetapi dari orang-orang Albania. Kedua unsur ini memperkuat kedudukannya untuk memasuki pertarungan merebut kekuasaan.
            Setelah memasuki puncak kekuasaan di Mesir Muahmmad Ali Pasya pun mulai memusnahkan pihak-pihak yang mungkin akan menentang kekuasaannya, terutama kaum Mamluk. Kesempatan timbul ketika yang tersebut belakangan ini berusaha untuk membunuh Muhammad Ali, tetapi konspirasi mereka ketahuan, pimpinan-pimpinannya ditangkap dan dibunuh. Muhammad Ali Pasya bersikap seolah-olah mengampuni yang lain, dan suatu ketika mengundang mereka berpesta di Istananya di bukit Mukattam.
            Setelah mereka semua masuk, pintu-pintu yang membawa ke daerah Istana dikunci dan sebelum pesta selesai ia diberi tanda untuk menyembelih mereka semuanya. Menurut cerita dari 470 kaum Mamluk, hanya seorang yang dapat melepaskan diri dengan melompat dari pagar istana kejurang yang ada di bukit Makattam itu, kaum Mamluk yang ada diluar Kairo kemudian diburu, mana yang dapat dibunuh dan sebahagian kecil dapat melarikan diri ke Sudan. Pada akhir tahun 1811, kekuatan kaum Mamluk di Mesir telah habis.[6]
            Aspek lain yang menarik dari kebijakan Muhammad Ali Pasya adalah pengiriman mahasiswa-mahasiswa Mesir ke Italia, Perancis, Inggris dan Austria untuk mempelajari berbagai bidang kajian modern. Setelah kembali mereka diminta untuk menterjemahkan karya-karya teknis diberbagai bidang. Muhammad Ali Pasya mendirikan penerbitan untuk menyebarluaskan ilmu-ilmu baru ini. Meski pada mulanya ia bermaksud membatasi skop kegiatan para mahasiswa ini hanya pada skil-skil yang akan mendukung kekuasaannya, dalam kenyataannya tidaklah demikian. Para mahasiswa yang dikirim ke Eropa ini pada gilirannya membawa kembali ide-ide baru, kemungkinan besar, lebih banyak dari yang semula ia kehendaki.
B.     Gerakan Pembaharuan Muhammad Ali Pasya
Muhammad Ali Pasya (1765-1849) perlu deberi sedikit catatan. Meskipun sebenarnya lebih tepat disebut sebagai tokoh sejarah politik, akan tetapi beberapa kebijakkan yang diambilnya untuk tujuan politik pribadinya ternyata berkaitan dengan timbulnya pembaharuan pemikiran di Timur Tengah khususnya di Mesir. Kepiawaiannya memanfaatkan situasi membuat Muhammad Ali naik ke tampuk kekuasaan. Pada tahun 1805 ia berhasil memantapkan kedudukannya sebagai penguasa, diakui oleh sultan di Istanbul dan diterima oleh rakyat Mesir.[7]
Sebagai kepala pemerintahan karir Muhammad ali pasya, sangat menonjol pada permulaan dasawarsa kedua dari abad ke-19 ia sebagai negarawan dan politikus cukup berpengaruh di afrika Utara dan dunia arab. Pada tahun 1228/1813 ia mengirimkan dari Mesir satu ekspedisi atas permintaan Sultan Utsmani ketika itu, dan ekspedisi ini dapat membebaskan kota Mekkah dan Madinah dalam tahun itu juga.
Muhammad Ali Pasya mengetahui bahwa kekuasaanya hanya dapat diperthankan dengan kekuatan militer. Dibelakang militer itu harus ada kekuatan ekonomi. Inilah dua pemikiran pokok Muhammad Ali Pasya.[8] Untuk memperkuat perekonomian ia memperbaiki irigasi lama, membuat irigasi baru, penanaman kapas, mendatangkan ahli dari eropa dan membuka sekolah pertanian pada tahun 1863. [9]Tanah kaum Mamluk dirampas pemerintah, begitu pula dengan tanah orang-orang kaya di Mesir. Muhammad Ali Pasya menganggap bila tanah rakyat sudah dikuasi, akan terjadi pengelolaan tunggal pertanian yang merupakan tulang punggung pertanian Mesir saat itu. Muhammad Ali Pasya ingin memonopoli perdagangan di negerinya.
Untuk memperkuat militer, ia tidak segan-segan mendatangkan tenaga-tenaga dari Perancis. Tak lama kemudian terbentuklah Nizam-ijedid yang merupakan model baru angkatan bersenjata Muhammad Ali Pasya. Hal yang menghebohkan diantaranya merampas kejayaan para penguasa Mesir dan memanfaatkan harta kaum Mamluk yang sudah dilakukannya. Kejayaan inilah yang dijadikannya model untuk membiayaai sector pertanian, sistem irigasipun diterapkannya, dengan begitu suplai bibit kapas dari India, dan Sudan yang didatangkannya besar-besaran. Tenaga ahli pertanian dari luar negeri juga didatangkan untuk memperlicin industri-industri modern di Mesir.
Kendati buta huruf, perhatiannya terhadap dunia pendidikan sungguh sangat besar, ini terbukti dengan didirikannya kementrian pendidikan pada tahun 1815, yang sebelumnya tidak dikenal. Beberapa sekolah modern seperti sekolah militer tahun 1815, sekolah teknik 1816, sekolah kedokteran 1827, sekolah apoteker 1829, sekolah pertambangan 1834, sekolah pertama 1836, sekolah penerjemahan 1836.
Kurikulum-kurikulum pendidikan dirombak dan beberapa mata pelajaran menyesuaikan diri sesuai kebutuhan saat itu. Beberapa tambahan mata pelajaran umum tadinya tidak dirumuskan termasuk mempelajari secara insentif bahasa Eropa menjadi kewajiban disekolah-sekolah menengah dimaksud. Begitu juga spesialisasi keahlian dibidang-bidang terapan mengalami penekanan yang makin penting.
Langkah-langkah Muhammad Ali Pasya tesebut sangat baru bagi rakyat Mesir tentu saja mereka menyambut dengan gembira. Apalagi banyak pemuda cerdik dan pandai banyak yang dikirim ke barat dalam usaha mempelajari bahasa eropa dan metode penerjemahan. Muhammad Ali Pasya melakukan perbaikan dan pembaharuan di bidang militer dan ekonomi. Yang menarik adalah kesadarannya akan superioritas Eropa dibidang teknologi militer dan yang lainnya serta kesiapannya untuk mengambil manfaat dari Eropa. Setelah menghancurkan militer Mamluk ia membangun kembali militer modern, mencakup angkatan darat dan laut. Dalam hal ini ia memanfaatkan tenaga-tanga militer Perancis sebagai pelatih.[10]
Pada tahun 1812 tanah wakaf dijadikan milik Negara, orang-orang yang dahulunya deberi hak untuk menguasai tanah, kini berstatus penyewa tanah-tanah Negara. Perdagangan luar negeri dimonopoli oleh Negara. Kemudian tahun 1815 semua hasil kapas dan bahan-bahan pakaian dikuasai oleh Negara., selanjutanya hasil biji-bijian dan hasil tambang juga berada dibawah penguasaan Negara.[11]
Muhmamad Ali Pasya tampaknya berusaha untuk merebut seluruh hasil perekonomian Negara, meskipun harus mengorbankan sistem kendali modal dari para pemilik tanah dan kaum modalis berstatus penduduk pribumi. Kebijaksanaan yang dijalankan Muhammad Ali Pasya dalam rangka meningkatkan perekonomian di Mesir pada tahun-tahun pertama memang mendapat protes dari kaum pribumi, akan tetapi Muhammad Ali juga menyadari bahwa konsekuensi logis dari kemajuan suatu bangsa adalah adanya kesedihan rakyatnya untuk menyerahkan sebagaian hasil miliknya kepada Negara.
Para pelajar dan sarjana yang selesai tugas belajarnya disuruh kembalai untuk mengabdikan ilmunya. Disnilah titik awal sejarah modern secara nyata bagi rakyat Mesir. Ilmu pengetahuan modern pun telah mempengaruhi pola intelektual dan sikap ilmiah generasi muda Mesir, mereka selain bekerja sebagai birokrat, pendidik ada yang secara langsung menjadi arsitek bagi modernisasi Mesir dibawah pemerintahan Muhammad Ali Pasya.
Usaha-usaha pembaharuan perekonomian yang diterapkan oleh Muhammad Ali di Mesir meskipun mendapat kecaman pada awalnya, bahkan sebagaian usaha perekonomian dianggap tidak berhasil, namun secara umum sistem perekonomiannya memberikan kontribusi yang besar bagi kemajuan bangsa Mesir terutama dalam masa-masa selanjutnya.
Pembaharuan yang dilkukan oleh Muhammad Ali dibidang pendidikan yang mana, sebelumnya telah diuraikan, banyak didirikannya sekolah-sekolah bagi rakyatnya, boleh dikatakan serupa inilah barulah kali ini didirikan didunia Islam, sekolah-sekolah yang jauh berlainan dengan sekolah-sekolah tradisional hanya mengjaarkan agama. Ada tiga hal yang terpenting yang dihadapi saat itu, yakni soal guru, soal mahasiswa dan soal buku.
Untuk mengatasi persoalan guru, Ali mengirimkan mahasiswa-mahasiswa keluar Mesir, murid-murid dibujuk dengan pemberian gaji yang menarik. Mereka diberi program pelajaran yang intensif yang jauh berlainan dari program di sekolah-sekolah tradisional (madrasah). Buku-buku yang dipakai disekolah Eropa diterjemahkan kedalam bahasa Arab, oleh penerjemah yang pandai dalam bahasa Asing, dan yang bekerja di Dewan Muhammad Ali, oleh pegawai dan departemen-departemen dan oleh mahasiswa yang sedang belajar di Eropa.
Tentunya cara yang dipakai ini membawa hasil yang kurang memuaskan karena penerjemah-penerjemah bukanlah ahli dalam ilmu-ilmu yang terkandung dalam buku-buku yang perlu diterjemahkan itu hasil penerjemahan tidak sempurna dan karena penerjemahan terkadang adalah pekerjaan sambilan, penerjemahan berjalan dengan lambat. Dalam hubungan ini ada diceritakan bahwa sekumpulan mahasiswa yang baru selesai dari studinya dan kembali dari Eropa, semuanya dikunci dalam suatu benteng didekat Istana Muhammad Ali, dan diberikan buku-buku untuk diterjemahkan dalam bahasa Perancis ke dalam bahasa Arab.[12]
Selain itu di Paris didirikan satu rumah Mesir untuk menampung para pelajar yang datang untuk belajar, dan para pelajar yang dikirim tersebut diarahkan untuk menekuni ilmu-ilmu kemiliteran darat dan laut, arsitek, kedokteran, dan obata-obatan. Pada fase-fase inilah Muhammad Ali Pasya semakin dikenal sebagai pembaharu di Mesir, orang yang tadinya menyangsikan keberadaannya di Mesir kembali dari Eropa dan sebaliknya orang-orang Eropa yang sengaja datang ke Mesir berangsur-angsur kembali ke Negara mereka, kemudian diganti dengan tenaga baru sesuai dengan kebutuhan pembangunan yang semakin pesat.
Ide-ide modernisme Muhammad Ali Pasya pun mengalir deras yang diwujudkannya dalam program-program fisik yang sangat berarti bagi Mesir. Cakrawala Negara-negara maju Eropa juga dikenal, padahal selam ini masih asing bagi mereka. Walaupun Ali telah meletakkan dasar-dasar pembaharuan di Mesir, namun apa yang dilakukannya tersebut masih bersifat fisik dan belum banyak menyentuh secara vital terhadap sumber-sumber penting dalam Islam.
Sebagai tokoh pembaharuan Muahmmad Ali pasya mengadakan pembaharuan dalam masyarakat Mesir dengan memodernisasikan dibidang pertanian, perdagangan, perindustrian, militer, pendidikan, dan publikasi. Dalam bidang publikasi, Muhammad Ali menertibkan sebuah surat kabar yang bernama al-waqa’I al-mishriyat ditahun 1244/1828. Surat kabar ini baru memuat pengetahuan-pengetahuan tentang kemajuan-kemajuan barat setelah berada dibawah pimpinan al-thahtawi.[13]
Dari kegiatan yang dimulai Muhammad Ali inilah lahir generasi pertama inteligensi Mesir modern. Dan pada dekade 1830-an generasi awal ini telah mulai berperan dalam sejarah Mesir. Berbagai disiplin ilmu dikembangkan untuk mendukung pembangunan dan kemajuan Mesir, seperti peningkatan mutu dalam bidang kedokteran, ilmu pasti, ilmu fisika, dan ilmu sastra. Asimilasi dalam bidang pendidikan dan ilmu pengetahuan semakin meluas sehingga Muhammad Ali Pasya semakin tersohor, bukan hanya di belahan dunia juga sampai melintasi benua-benua lainnya.

C.    Inovasi Dalam Lembaga Pendidikan Di Mesir
Pembaharuan Pendidikan di Mesir tidaklah terjadi dalam kevakuman kebudayaan dan peradaban masyarakatnya. Akan tetapi karena adanya kontak yang terjadi antara masyarakat Mesir dengan peradaban Barat Modern selama pendudukan Napoleon Bonaparte dari perancis yang menyadarkan mereka atas kemundurannya.
Muhammad Ali Pasya, pemimpin Mesir, ketika itu yakin percaya bahwa, untuk membangun negeri Mesir dalam berbagai bidang sangat diperlukan ilmu-ilmu modern dan sains sebagaimana yang dikenal di Barat. Untuk itulah ia memodernisasikan lembaga pendidikan Islam dengan mendirikan sekolah-sekolah modern dan memasukan ilmu-ilmu modern dan sains kedalam kurikulumnya. Sekolah-sekolah inilah yang kemudian yang dikenal sebagai sekolah modern di Mesir pada khusunya dan dunia Islam pada umumnya.
Saat itu Mesir masih mempunyai sistem pendidikan tradisional yaitu kuttab, masjid, madrasah, dan jami’ al-Azhar. Sementara itu ia melihat jika ia memasukkan kurikulum modern kedalam lembaga pendidikan tradisional tersebut maka sangat sulit oleh karena itulah ia mengambil jalan alternatif dengan cara mendirikan sekolah modern disamping madrasah-madrasah tradisional yang telah ada pada masa itu masih tetap berjalan
Adapun nama-nama sekolah modern yang didirikan Muhammad Ali Pasya.[14]

No
Nama Sekolah
Tahun Berdiri
Tempat
Tingkat
1
Sekolah Militer
1815
Kairo
Menengah
2
Sekolah Teknik
1816
Kairo
Menengah
3
Sekolah Kedokteran
1827
Kairo
Menengah
4
Sekolah Apoteker
1829
1829 Kairo
Menengah
5
Sekolah Pertambangan
1834
Kairo
Menengah
6
Sekolah Pertanian
1836
Kairo
Menengah
7
Sekolah Penerjemahan
1836
Kairo
Menengah
8
Sekolah Dasar
1833
Kairo
Dasar
9
Sekolah Menengah Umum
1825
Kasr Al-‘ayni
Menengah
10
Politeknik
1820
Kairo
Tinggi
11
Sekolah Accounting
1826
Kairo
Menengah
12
Sekolah Sipil
1829
Kairo
Menengah
13
Sekolah Irigasi
1831
Kairo
Menegah
14
Sekolah Industri
1831
Kairo
Menengah
15
Sekolah Administrasi
1834
Kairo
Menengah
16
Sekolah Pertanian
1834
Kairo
Menengah
17
Sekolah Perwira A. Laut
-
Alexandria
Menengah
18
Akademi Industri Bahari
-
Alexandria
Tinggi
19
Sekolah Tinggi Kedokteran
1823
Kairo
Tinggi

            Jika kita perhatikan sistem pendidikannya, maka semua sekolah-sekolah yang didirikan oleh Muhammad ‘Ali Pasya adalah memiliki ciri sekolah modern. Maka pada pemerintahannya ada dua jenis pendidikan yang menurutnya keduanya memliki fungsi dan peran berbeda dalam menunjang kemajuan dan perkembangan Mesir saat itu. Sekolah tradisional adalah sekolah yang hanya mempelajari ilmu agama yang alumninya tidak menguasai ilmu umum. Sedangkan sekolah modern akan mengeluarkan alumni yang menguasai ilmu umum yang dapat menstimulus perkembangan pembaharuan Mesir.[15]
Kita perhatikan bahwa Muhammad ‘Ali pasya pada masanya sudah melakukan penjenjangan pendidikan itu menunjukkan banyaknya pengetahuan yang diajarkan disana dan kita lihat banyaknya perbedaan usia masyarakat yang menuntut ilmu, tingkat kecerdasan, dan satu yang menarik pada masa itu sudah dapat kita lihat banyak siswa yang kompetensinya dapat dikembangkan berdasarkan kemampuannya karna tersedianya jurusan dan program studi.
Pada awalnya Kolonel Save, asal perancis, disebutkan setelah masuk islam berganti nama Sulaiman Pasya. Sulaiman diangkat menjadi pimpinan sekolah Militer sejak dibuka pada tahun 1231/1815 dan jabatan ini dipegangnya sampai pada tahun 1250/1834 karena pada tahun itu Sulaiman diberikan jabatan baru sebagai Inspektur Jenderal Sekolah Dalam Diwan al-jihadiyya.[16] 
Muhammad ‘Ali Pasha juga mendatangkan tenaga ahli dari yang berasal dari Perancis yaitu Clot Bey menjabat sebagai Direktur Sekolah Tinggi Kedokteran tahun 1234/1827 sampai tahun 1266/1849  selama 22 tahun. Ketergantungannya terhadap tenaga ahli asing berkurang secara berangsur-angsur dengan pulangnya mahasiswa Mesir yang belajar di Eropa.
Salah satu diantara yang pulang dari Eropa adalah al-Thahthawi pulang kemesir tahun 1247/1831. Setelah sekolah penerjemahan dibuka dipercayakanlah al-Thahthawi untuk menjabat sebagai direktur.[17]
Dalam hal manajemen sekolah-sekolah modern tersebut awalnya di bawah pengawasan Departemen Pertahanan (Departement of Army), untuk melancarkan menejerial maka Departemen tersebut membentuk sebuah lembaga Diwan al-jihadiyya. Setelah tugas pengawasan sekolah dipisahkan dari Departemen Pertahanan, maka efek dari kebijakan tersebut sekolah-sekolah tersebut berada di bawah tanggung jawab Diwan al-jihadiyya, selanjutnya agar memudahkan koordinasi yang efektif dan efisien antar sekolah-sekolah tersebut maka dibentuklah sebuah komisi yang bernama Council Supervisor de Instruction Publique atau Majlis Syura al-Makatib pada tahun 1246/1830. Lembaga ini bertugas untuk merencanakan perluasan pendidikan dikalangan masyarakat Mesir, dan juga bertugas menambah pembangunan sekolah-sekolah dasar dan dua buah sekolah menengah umum, yang bertempat di Kairo dan Alexandria dan beberapa sekolah khusus. Lembaga ini mempunyai Inspektur Jendral Sekolah, sejak tahun 1250/1834 ditunjuklah Kolonel Seve sebagai Inspektur.
Setelah itu Departemen Diwan al-jihadiyya berubah nama menjadi Departemen Diwan al-Madaris atau disebut Ministere de l’instruction Publique, yang setelah itu berubah lagi menjadi Kementrian Pendidikan, kementrian ini selain bertugas mengawasi dan melakukan pembangunan sekolah-sekolah baru juga kementrian ini bertugas menata kembali penerbitan majalah al-waqa’i al-Mishriyya. Diwan al-Madaris ini tugasnya dibagi menjadi tiga bagian yaitu bagian bahasa Arab, bagian bahasa Turki, bagian Teknik.
Dari informasi diatas, Muhammad ‘Ali Pasya mengadakan pembaharuan yang besar dalam lembaga dan manajemen pendidikan saat itu. Dalam hal kurikulum Muhammad ‘Ali Pasya menghendaki adanya pembaharuan dalam bidang kurikulum pendidikan di Mesir saat itu ialah, dia ingin menyesuaikan kurikulum tersebut dengan keadaan dan tuntutan zaman serta relevan dan selaras dengan tujuan pendidikan yang ingin dicapai sehingga nantinya tidak jauh tertinggal dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di Eropa. Kurikulum tersebut masih asing di lingkungan sekolah-sekolah Mesir dan masyarakatnya, akan tetapi Muhammad ‘Ali Pasya berhasil mengadobsi ilmu-ilmu modern dari Barat tersebut, salah satu yang melatar belakangi keberhasilan tersebut adalah dikarenakan dirinya sebagai raja.
Adapun ilmu-ilmu modern yang dimasukkan Muhammad ‘Ali Pasya didalam Kurikulum Pendidikan yaitu:.[18]

No
Bidang Disiplin Ilmu
Mata Pelajaran
1
Ilmu Pengetahuan Bahasa
1.      Bahasa Itali
2.      Bahasa Perancis
3.      Bahasa Turki
4.      Bahasa Persia
2
Ilmu Pengetahuan Sosial
1.      Sejarah
2.      Geografi
3.      Ekonomi
4.      Antropologi
5.      Administrasi Negara
6.      Pendidikan Kemasyarakatan
7.      Filsafat
8.      Militer
9.      Hukum

3
Ilmu Pengetahuan Alam
1.      Fisika
2.      Farmasi
3.      Ilmu Alam
4.      Ilmu Kedokteran
5.      Ilmu Teknik
6.      Arsitek
7.      Kimia
4
Matematika
1.      Arithmatic
2.      Matematika
5
Pengetahuan Keterampilan
1.      Keterampilan
2.      Pendidikan Kesejahteraan Keluarga

Perlu kita pertegas bahwa didalam Islam tidak ada dikotomi ilmu antara ilmu agama dan ilmu umum karena keduanya adalah satu kesatuan ilmu yang saling mendukung dan pada masa Khalifah Umar Bin Khattab adalah orang yang pertama-tama memperluas isi Kurikulum Pendidikan Islam dengan menambahkan keterampilan berenang, menunggang kuda dan memanah.
Untuk mengajar disekolah yang didirikan Muhammad ‘Ali Pasya mendatangkan tenaga pengajar dari Eropa, akan tetapi tenaga pengajar dari Eropa hanyalah sementara, karena untuk mengaji mereka memerlukan biaya yang cukup mahal dan saat mengajar mereka juga memerlukan penerjemah-penerjemah yang akan menterjemahkan materi yang mereka ajarkan kedalam bahasa Arab.
Maka untuk mengatasi kesulitan itu, Muhammad ‘Ali Pasya berusaha mengirimkan pelajar-pelajar Mesir untuk belajar ke Eropa, tujuan utamanya adalah Italia, Perancis, Inggris dan Austria. Pengiriman pelajar-pelajar Mesir ke Eropa dilaksanakan tiga gelombang.
Gelombang pertama, antara tahun 1224/1809-1235/1819, sebanyak 28 orang dikirim ke italia yang tersebar di kota Leghore, Miglan, Florence, dan Rome untuk mempelajari ilmu teknik, militer, industri kapal dan ilmu perecetakan.
Gelombang kedua, antara tahun 1242/1826-1260/1844, sebanyak 319 orang dikirim ke Paris, Perancis, dan juga dikirim beserta mereka seorang tokoh intelektual sekaligus ia seorang pengarang yang terkenal yaitu al-Thahthawi yang bertugas untuk menjadi imam mahasiswa Mesir yang belajar di sana.
Gelombang ketiga, antara tahun 1260/1844-1280/1863, dikirim sebanyak 89 orang dikirim lagi ke Perancis. Dalam tahap ketiga ini turut juga beberapa orang dari keluarga Muhammad ‘Ali Pasya.

























BAB III
PENUTUP
Pembaharuan dalam Islam dapat didefenisikan sebagai pemikiran, gagasan, gerakan, dan usaha untuk merubah ajaran-ajaran Islam dalam bentuk faham-faham, tradisi-tradisi. Institusi-institusi lama, untuk disesuaikan dengan suasana baru yang ditimbulkan oleh ilmu pengetahuan dan teknologi. Dalam melakukan pembaharauan Muhammad Ali Pasya, banyak melakukan pembaharuan, diantaranya dibidang pendidikan, militer, ekonomi, pertanian, perdagangan, dan publikasi hamper disegala aspek pemerintahan.
            Muhammad Ali Pasya adalah seorang pemimpin yang mampu melakukan perbaikan-perbaikan dan pembaharuan diberbagai bidang. Hal inilah yang membuat masyarakat Mesir mengagumi dan menyenanginya. Muhammad Ali Pasya sebagai tokoh pembaharuan memiliki pola piker yang maju, sehingga membawa Mesir pada tingkat perkembangan yang begitu pesat, gagasan-gagasan modernisasinya tersebut megalir deras dan dapat diterima oleh kalangan masyarakat Mesir. Namun, apa yang dilakukannya tersebut masih belum sepenuhnya yang selanjutnya akan dilanjutkan oleh keturunan-keturunan Mesir lainnya.














DAFTAR PUSTAKA

Abd Mukti, Pembaharuan lembaga Pendidikan Di Mesir, Bandung : Citapustaka Media Perintis, 2008.
Ahmad Syalabi, Mausu’at al-Tarikh wa al-Hadarat al-Islamiyat, Jilid V, tp.:Maktabat al-Nahdhat al-Mishriyat, 1973.
Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jilid II. Cet. Keenam, Jakarta: Universitas Indonesia Press, 1986.
_____________, Pembaharuan dalam Islam Sejarah Pemikiran dan Gerakan, Cet. Ketujuh, Jakarta: Indonesia Bulan Bintang, 1990.
Hasan, Asari, Modernisasi Islam, Bandung: Citapustaka Media, 2002
Wahyudin, Nur Perkembangan Pemikiran Modern di Dunia Islam, Medan: IAIN SU, 2000.



[1]Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jilid II. Cet. Keenam, (Jakarta: Universitas Indonesia Press, 1986), h. 96.
[2]Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam Sejarah Pemikiran dan Gerakan, Cet. Ketujuh, (Jakarta: Indonesia Bulan Bintang, 1990), h. 29.
[3] Abd Mukti, Pembaharuan lembaga Pendidikan Di Mesir (Bandung : Citapustaka Media Perintis, 2008), h.26
[4] Wahyudin, Nur Perkembangan Pemikiran Modern di Dunia Islam, (Medan: IAIN SU, 2000), h.10
[5] Ibid, h.11
[6] Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam Sejarah Pemikiran Dan Gerakan (Jakarta : Bulan Bintang, 1975), h.35
[7] Hasan, Asari, Modernisasi Islam ,(Bandung: Citapustaka Media, 2002), h. 56
[8] Taufik, Abdullah, dkk, Ensiklopedi...,h. 397.
[9] Ibid,
[10] Hasan, Asari, Modernisasi...,h. 57
[11] Wahyudin, Nur, Perkembangan...,h.13
[12] Hasan, Asari, Modernisasi...,hlm. 38-39
[13] Abd, Mukti, Pembaharuan Lembaga....,h.34-35
[14] Ahmad Syalabi, Mausu’at al-Tarikh wa al-Hadarat al-Islamiyat,Jilid V,(tp.:Maktabat al-Nahdhat al-Mishriyat, 1973), h. 356.
[15] Abd Mukti, Pembaharuan, h. 78.
[16] Ibid, h. 83
[17] Ibid
[18] Abd Mukti, Pembaharuan, h. 88-89.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar