mikiyyah dan madaniyyah
BAB I
PENDAHULUAN
Al-quran merupakan mukjizat yang
terbesar dan abadi, selalu relevan terhadap perkembangan zaman, semakin maju
ilmu pemgetahuan semakin tampak validitas kemukjizatannya. Rasulullah menerima
wahyu dari Allah SWT dengan tujuan untuk membebaskan manusia dari kegelapan
menuju cahaya ilahi dan membimbing manusia ke jalan yang lurus. Setelah menerima wahyu dari Allah SWT
kemudian menyampaikan kepada umatnya. Jika mereka menemukan sesuatu yang kurang
jelas tentang ayat- ayat yang mereka terima, maka mereka akan menanyakan
langsung kepada Rasulullah SAW.
Alquran secara teks memang tidak
pernah berubah, tetapi penafsiran atas teks selalu berubah, sesuai dengan ruang
dan waktu manusia. Oleh sebab itu Al quran selalu membuka diri untuk
dianalisis, dipersepsi dan diinterpretasikan (ditafsirkan) dengan berbagai
alat, metode, dan pendekatan untuk menguak isinya. Aneka metode diajukan
sebagai jalan untuk membedah makna terdalam dari Alquran.
Alquran seolah menantang dirinya
untuk dibedah. Tetapi, semakin dibedah rupanya semakin banyak yang tidak
diketahui. Semakin ditelaah, nampaknya semakin kaya makna yang terkuak darinya.
Mencari titik temu dan relevansi antara teks dan konteks itulah membutuhkan ilmu
alat . dengan ilmu bisa lebih mudah mengaplikasikan makna-makna Alquran
Begitu luasnya ilmu yang terkandung dalam Al-quran
untuk memahami maknanya; diantarannya ilmu tafsir, ilmu gharib Al-quran, asbab
an-nuzul, makkiyah-madaniyah, nasikh-mansukh, dan lain sebagainya.
BAB II
PEMBAHASAN
A.Pengertian Makkiyah
dan Madaniyyah
Makiyyah
dan Madaniyyah adalah bagian-bagian kitab suci Alquran, yang di dalamnya
terdapat sebagian Makiyyah dan Madaniyyah.[1] Namun,
dalam memberikan ciri-ciri atau kriteria yang menjadi ayat Makiyyah dan Madaniyyah
atau di dalamnya mendefenisikan masing-masingnya, kita temukan beberapa teori
yang berbeda-beda, sebab perbedaan orientasi yang menjadi dasar tinjauan
masing-masing.
Para
ulama mengemukakan empat perspektif untuk membedakan antar ayat-ayat makiyyah
dan madaniyyah,keempat perspektif tersebut adalah masa turun (zaman an-nuzul),
tempat turun (makaanan nuzul), objek pembicaraan (mukhattab) dan tema
pembicaraan (maudhu’)[2]dengan
dasarnya masing-masing. Minimal terdapat empat teori yang menentukan kriteria
untuk membedakan Makiyyah dan Madaniyyah. Teori-teori yang di maksud ialah:
1. Teori
Mulaahazhatu Makaanin Nuzuli (teori
geografis)[3]
Teori
ini berorientasi pada tempat turunnya Alquran / tempat turunnya ayat. Teori ini
memberikan defenisi Makiyyah dan Madaniyyah sebagai berikut :
Menurut
sebagian ulama, Makiyyah adalah ayat yang diturunkan di Mekkah dan sekitarmya
seperti Mina, Arafah, dan Hudaibiyah[4],
baik waktu turunnya itu Nabi Muhammad SAW belum hijrah ke Madinah ataupun
sesudah hijrah.
Madaniyyah adalah ayat yang diturunkan pada
waktu Nabi Muhammad di Madinah dan sekitarnya seperti Uhud, Quba dan Sil. Ulama
yang mempunyai pendapat seperti ini, memiliki konsekuensi bahwa tidak ada
pengecualian secara spesifik dan batasan yang jelas. Sebab yang turun dalam
perjalanan seperti di Tabuk atau Baitul Maqdis, tidak termasuk ke dalam salah
satu bagiannya.
Adapun
yang menjadi dalil dari toeri geografis ini adalah riwayat Abu Amr dan Ustman
bin Said Ad-Daimi :
“Alquran yang
diturunkan dalam perjalanan ke Madinah sebelum Nabi Muhammad Saw sampai ke Madinah adalah termasuk Makki. Dan Alquran
yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dalam perjalanan-perjalanan beliau,
setelah tiba di Madinah adalah termasuk Madani”
Kelebihan
dari teori ini bahwa dari rumusan pengertian Makiyyah dan Madaniyyah ini tegas
dan jelas. Jelas, bahwa yang dinamakan Makiyyah adalah setiap ayat atau surah
yang diturunkan di Mekkah dan tetap disebut Makiyyah walaupun ayat yang
diturunkan di Mekkah itu setelah Nabi Hijrah ke Madinah. Namun,setiap ada
kelebihan ada juga kekurangannya, begitu juga dengan teori ini memiliki
kekurangan yaitu rumusannya tidak bisa dijadikan patokan, batasan, atau
defenisi. Hal ini disebabkan bahwa tidak semua ayat Alquran hanya turun di
Mekkah atau Madinah. Ada beberapa ayat yang turun di luar kedua daerah
tersebut. Misalnya surah At Taubah ayat 42 yang berbunyi :
öqs9 tb%x. $ZÊ{tã $Y7Ìs% #\xÿyur #YϹ$s% x8qãèt7¨?^w .`Å3»s9ur ôNyãèt/ ãNÍkön=tã èp¤)±9$# 4 cqàÿÎ=ósuyur «!$$Î/ Èqs9 $oY÷èsÜtFó$# $uZô_tsm: öNä3yètB tbqä3Î=ökç öNåk|¦àÿRr& ª!$#ur ãNn=÷èt öNåk¨XÎ) tbqç/É»s3s9 ÇÍËÈ
“Dan kalau yang kamu serukan
(kepada mereka) itu keuntungan yang mudah diperoleh dan perjalanan yang tidak
jauh, tentu mereka akan mengikuti kamu”[5]
Dan
surah Az-Zukhruf ayat 45 yang berbunyi :
ö@t«óur ô`tB $oYù=yör& `ÏB y7Î=ö6s% `ÏB !$uZÎ=ß $uZù=yèy_r& `ÏB Èbrß Ç`»uH÷q§9$# ZpygÏ9#uä tbrßt7÷èã ÇÍÎÈ
“Dan
tanyakanlah kepada rasul-rasul Kami yang telah Kami utus sebelum kamu, adakah
Kami menentukan tuhan-tuhan untuk disembah selain Allah Yang Maha Pemurah”.[6]
Kedua surah di atas turun di kota
yang jauh dari Mekkah maupun Madinah, At-Taubah: 42 turun di daerah Tabuk[7]
sedangkan Az-Zukhruf turun di Baitul Muqaddas, daerah Palestina pada malam Isra
Mikraj Nabi Muhammad SAW. Karena itu tidak termasuk Makiyyah dan Madaniyyah.
2.Teori
Mulaahazhatul Mukhaatabiina Fin Nuzuuli (teori subjektif)
“Makiyyah
adalah ayat-ayat yang menjadi khitab bagi orang-orang Mekkah. Sedangkan
Madaniyyah adalah ayat-ayat yang menjadi khitab bagi orang-orang Madinah”[8].
Maksud
dari teori ini adalah berorientasi pada subjek siapa yang dikhitab/ dipanggil
dalam ayat. Jika subjeknya orang-orang Mekkah maka dinamakan Makiyyah. Dan jika subjeknya orang-orang Madinah, maka dinamakan Madaniyyah.
Menurut
teori ini, ayat Makiyyah berisi panggilan kepada penduduk Mekkah dengan
menggunakan kata “Yaa Ayyuhan Naasu” (wahai manusia) atau “Yaa Ayyuhal
Kaafiruuna” (wahai orang-orang kafir) atau “Yaa Banii Aadama” (Hai anak cucu
nabi Adam). Sebab mayoritas penduduk Mekkah adalah orang-orang kafir, walaupun
orang kafir dari daerah lain ikut terpanggil.
Dan
ayat Madaniyyah berisi panggilan kepada penduduk Madinah. Semua ayat yang
dimulai dengan “Yaa Ayyuhal ladziina Aamanuu” ( wahai orang-orang yang beriman) adalah ayat/
surah Madaniyyah. Sebab mayoritas penduduk Madinah adalah mukminin, walaupun
kaum mukminin dari daerah lain juga ikut terpanggil.
Kelebihan
dari teori ini adalah rumusannya lebih mudah diingat dan dimengerti. Tetapi
teori ini mempunyai 2 kelemahan yaitu rumusannya tidak mencakup seluruh ayat
Alquran. Sebab, dari 6236 ayat yang menggunakan panggilan seperti itu hanya 511
ayat saja[9].
Kelemahan yang ke dua adalah rumusan kriterianya juga tidak dapat berlaku
secara menyeluruh, bahwa semua ayat yang dimulai dengan “Yaa Ayyuhan Naasu” itu
pasti Makiyyah, dan “ Yaa ayyuhalladziina Aamanuu” itu Madaniyyah. Teori ini
tidak dapat dipertanggungjawabkan. Karena, ternyata ada beberapa ayat yang
dimulai dengan “Yaa Ayyuhannaasu” bukan Makiyyah tatapi Madaniyyah. Contohnya
QS An-Nisa’ ayat 1:
$pkr'¯»t â¨$¨Z9$# (#qà)®?$# ãNä3/u Ï%©!$# /ä3s)n=s{ `ÏiB <§øÿ¯R ;oyÏnºur t,n=yzur $pk÷]ÏB $ygy_÷ry £]t/ur $uKåk÷]ÏB Zw%y`Í #ZÏWx. [ä!$|¡ÎSur 4 (#qà)¨?$#ur ©!$# Ï%©!$# tbqä9uä!$|¡s? ¾ÏmÎ/ tP%tnöF{$#ur 4 ¨bÎ) ©!$# tb%x. öNä3øn=tæ $Y6Ï%u ÇÊÈ
“Hai sekalian manusia
bertakwalah kepada Tuhanmu....”
(QS An-Nisa: 1)
3. Teori Mulahazhatu Zamaanin Nuzuuli ( Teori
Historis)/ Ditinjau dari waktu turunnya.
Teori
ini menyatakan Makiyyah adalah ayat yang diturunkan sebelum hijrah meski bukan
di Mekkah,seperti Mina, Arafah, Hudaiybiyah. Sebaliknya, Madaniyyah adalah ayat
yang diturunkan sesudah hijrah walaupun bukan diturunkan di Madinah. Ayat yang
diturunkan sesudah hijrah walaupun di Mekkah dan Arafah adalah Madaniyyah
seperti yang diturunkan pada tahun penaklukan kota Mekkah, misalnya Qs An Nisa’
ayat 58 yang berbunyi:
* ¨bÎ) ©!$# öNä.ããBù't br& (#rxsè? ÏM»uZ»tBF{$# #n<Î) $ygÎ=÷dr& #sÎ)ur OçFôJs3ym tû÷üt/ Ĩ$¨Z9$# br& (#qßJä3øtrB ÉAôyèø9$$Î/ 4 ¨bÎ) ©!$# $KÏèÏR /ä3ÝàÏèt ÿ¾ÏmÎ/ 3 ¨bÎ) ©!$# tb%x. $JèÏÿx #ZÅÁt/ ÇÎÑÈ
“Sesungguhnya
Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak……”
Ayat
tersebut diturunkan di Mekkah pada tahun penaklukan kota Mekkah, atau
diturunkan pada hari haji wada’, seperti firman Allah:
“Hari ini telah Kusempurnakan untuk agamamu, telah
Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku dan telah Ku-ridhai Islam menjadi agama bagimu”
(Qs Al Maidah : 3).
Secara
singkat ulama yang mendefenisikan makiyyah dan madaniyyah dengan orientasi
surah seperti : Surah makiyyah adalah surah yang turun sebelum hijrah dan surah
madaniyah adalah surah yang turun setelah hijrah[10].
Kelebihan
dari teori ini dinilai ulama sebagai teori yang benar dan baik. Rumusan dari
teori ini mencakup keseluruhan ayat Alquran sehingga dapat dijadikan defenisi/
batasan. Ulama sepakat bahwa teori ini
lebih baik dari teori semuanya karena ia lebih konsisten dan memberi kepastian.
4.Teori Mulahazhatu Ma Tadhammanat As-Suuratu (teori content analysis)
Menurut teori ini, ayat Makkiyah adalah ayat yang
berisi cerita-cerita umat dan para Nabi / Rasul, sedangkan yang disebut
Madaniyyah adalah ayat yang berisi hukum hudud, faraid dan sebagainya.
Kelebihan
dari teori ini adalah jelas, sehingga mudah dipahami.
B. Ciri-Ciri Makiyyah dan
Madaniyah
1. Tanda-tanda
Makiyyah
Ayat makiyyah mempunyai tanda-tanda :
a. Dimulai
dengan panggilan “Ya ayuhannas”.
b. Didalamnya
terdapat “Kalla”. Lafal tersebut dalam AL-Qur’an ada 33 kali, contoh: QS. Al
Mu’min ayat 100.
c. Di
dalamnya terdapat ayat-ayat sajadah, di dalam Al-Qur’an ada 15 ayat sajadah,
Contoh : QS. Al ‘Araf ayat 206.
d. Dipermulaannya
terdapat huruf-huruf tahajji atau
huruf yang terpotong-potong. Di dalam Al-Qur’an terdapat 99 Surah, contoh Surah
Shad.
e. Di
dalamnya terdapat cerita-cerita para Nabi dan Umat terdahulu, selain Surah
Al-Baqarah. Contoh : Surah Yusuf, Ynus.
f. Di
dalamnya berisi cerita terhadap kemusrikan dan penyembahan selain kepada Allah.
g. Di
dalamnya berisi keterangan adat orang-orang kafir dan orang Musriyk yang suka mencuri,
merampok, membunuh, dsb.
h. Di
dalamnya berisi penjelasan dengan bukti-bukti dan argumentasi dari alam ciptaan
Allah yang dapat menyadarkan orang-orang kafir.
i. Berisi
ajaran prinsip-prinsip akhlak yang mulia dan pranata sosial yang tinggi.
j. Berisi
nasehat petunjuk dan ibarat-ibarat dari cerita yang dapat menyadarkan bahwa
kekafiran, kedurhakaan mengakibatkan kehancuran.
k. Berisi
ayat-ayat Nida atau panggilan yang di
tujukan kepada penduduk mekkah atau orang-orang kafir, musyrik.
l. Kebanyakan
surah/ayat-ayatnya pendek-pendek.
2. Tanda-tanda
Madaniyyah
Tanda-tanda surah madaniyyah cukup banyak
diantaranya :
a. Di
dalamnya berisi hukum-hukum/hudud pidana, seperti perampokan, pencurian.
Misalnya QS Al-Baqarah, An-Nisa.
b. Di
dalamnya berisi hukum-hukum faraid atau
warisan. Contohnya QS An-Nisa, Al-Maidah.
c. Di
dalamnya berisi izin jihad fisabilillah dan hukum-hukumnya. Contohnya QS
At-Taubah, Al-Anfal.
d. Berisi
keterangan mengenai orang-orang munafik dan sifat-sifat serta perbuatannya.
Contoh QS An-Nisa, Al-Munafiqun.
e. Berisi
hukum-hukum ibadah seperti shalat, zakat, puasa, dsb. Contoh QS Al- Imran,
Al-Maidah.
f. Berisi
hukum-hukum mu’amalah seperti jual beli, sewa menyewa, gadai. Contoh QS
AL-Baqarah, Al-Imran.
g. Berisi
hukum-hukum munkahat baik mengenai nikah,
thalak, atau hadhanah. Contoh Qs An-nur, At-Thalaq.
h. Berisi-
Hukum-hukum kemasyarakatan, kenegaraan. QS. Al-Maidah, Al-Hujarat.
i. Berisi
da’wah kepada orang-orang yahudi dan nasrani serta penjelasan Aqidah mereka
yang menyimpang, contoh Al-Fath
j. Berisi
ayat-ayat nida yang ditujukan kepada
penduduk madinah yang islam, dengan khithab
atau seruan “ya ayuhal lazinaamanu”
k. Kebanyakan
surah/ayat-ayatnya panjang-panjang sebab di tujukan kepada penduduk madinah
yang kebanyakan orang-orangnya kurang terpelajar sehingga perlu ungkapan yang
luas agar jelas.
C. Macam-macam Surah Makiyyah
dan Madaniyyah
Umumnya ‘ulama membagi macam-macam
surah Al-Qur’an menjadi dua kelompok, yaitu Makiyyah dan Madaniyyah.
Pada
orientasi surah ulama berbeda pendapat dalam menyikapi surah makiyyah dan surah
madaniyyah dalam Al-qur’an, ulama tafsir mengungkapkan :
1.
‘Ulama bersepakat bahwa
ada 19 surah adalah surah Madaniyyah yaitu Al-Baqarah, Al-Imran, An-Nisa,
Al-Maidah, Al-Anfal, At-Taubah, An-nur, Al-ahzab, Al-Qital/Muhammad, Al-Fatah,
Al-Hujarat, Al-Mujadillah, Al-Hasyr, Al-Mumtahana, Al-Jum’ah, Al-Munafiqun,
At-Thalaq, At-Tahrim, An-Nasr.
2.
‘Ulama bersepakat surah
makiyyah sebanyak 71 surah makiyyah.
3.
Tidak sepakat ‘ulama
ada 24 surah yaitu : Al-Fatiha, Yunus, Ar-ra’du, Al-Hij, Al-Furqan, Yasin, Al-Hadid,
As-Shaf, At-Taghabun, Al-Ihsan, Al-Mutaffifin, Al-Fajr, Al-Balad, Al-Lail,
Al-Qadr, Al-Bayyiah, Al-Zalzalah, Al-‘Adiyat, At-Takasur, Al-Ma’aun, Al-Kausar,
Al-Ikhlas, Al-Falaq, An-Nas.[11]
Pada
literatur lain ditemukan bahwa Prof Abdul Jalal menerangkan dalam bukunya
Ulumul Qur’an bahwa disepakati ulama surah makiyyah itu ada 82 Surah dan yang
di sepakati surah madaniyyah ada 20. Sedangkan 12 surah lagi masih di
perselisihkan status makiyyah dan madaniyyah.
Perbedaan-perbedaan
pendapat ulama dikarenakan adanya sebahagian surah yang seluruh ayat-ayatnya
makiyyah tau madaniyyah dan ada sebahagian surah lain yang tergolong makiyyah
atau madaniyyah tetapi di dalamnya berisi sedikit ayat yang lain statusnya.
Karena itu surah-surah Al-Qur’an terbagi empat macam, sebagai berikut :
a.
Surah-surah makiyyah
murni
Yaitu
surah-surah makiyyah yang seluruh ayat-ayatnya berstatus makiyyah semua, tidak
ada satupun ayat madaniyyah. Surah-surah yang berstatus makiyyah murni ini
seluruhnya ada 58 surah yang berisi 2074 ayat. Contoh surah Al-fatiha, Yunus,
Ar-Ra’du, Al-Anbiya, Al-Mu’minun, An-Naml, Shad, Fatir, dan surah-surah pendek
pada Zuz 30 kecuali surah An-nashr.
b.
Surah-surah madaniyah
murni
Yaitu
surah-surah madaniyyah yang seluruh ayat-ayatnya madaniyyah semua, tidak satu
ayat pun yang makiyyah. Surah-surah yang berstatus madaniyyah murni ini
berjumlah 18 Surah, yang terdidri dari 737 ayat, contoh QS Al-Imran, Qn-Nisa,
An--Nur, Al-Ahzab, Al-Hujurat, Al-Mumtahana, Al-Zaljalah.
c.
Surah-surah makiyyah
yang berisi ayat madaniyyah
Yaitu
surah-surah yang sebenarnya kebanyakan ayat madaniyyah sehingga statusnya
makiyyah tetapi dalamnya terdapat sedikit ayat yang berstatus madaniyyah,
tetapi surah-surah yang seperti ini dalam Al-Qur’an ada 32 Surah, yang terdiri
dari 2699 ayat. Contohnya surah Al-An’am, Al-A’raf, Hud, Yusuf, Ibrahim,
Al-Furqan, Az-Zumar, As-Syura, Al-Waqi’ah.
d.
Surah-surah madaniyyah
yang berisi ayat makiyyah
Yaitu surah-surah yang
kebanyakan ayatnya berstatus madaniyyah. Surah-surah yang demikian ini terdapat
dalam Al-Qur’an 6 surah yang terdiri dari 726 Ayat, Contoh QS Al-Baqarah,
Al-Maidah, Al-Anfal, At-taubah, Al-Haj dan Muhammad.
D. Dasar-dasar Penetapan
Makiyyah dan Madaniyah
Adapun
yang dapat menentukan surah itu makiyyah atau madaniyyah ada dua hal yaitu :
1.Dasar
Aghlabiyah atau mayoritas
Yakni kalau satu
surah itu mayoritas atau kebanyakan ayat-ayatnya adalah makiyyah maka di sebut
surah makiyyah. Sebaliknya Jika yang terbanyak dalam suatu surah itu adalah
madaniyyah atau di turunkan setelah nabi hijrah, maka surah tersebut di namakan
surah madaniyyah.
2.Dasar
Tabaa’iyah atau kontinuitas
Yakni kalau permulaan
surah itu di dahului dengan ayat-ayat yang turun sebelum hijrah, maka surah
tersebut berstatus sebagai surah-surah makiyyah. Sebaliknya jika ayat-ayat pertama
dari surah itu di turunkan setelah hijrah, atau berisi hukum-hukum syari’at
maka surah tersebut dinamakan surah madaniyah.
Penilaian suatu surah itu apakah makiyyah atau
madaniyah bukan menunjukkan bahwa totalitas ayat adalah turun di Madinah atau Mekkah.
Surah makiyyah tidak berarti seluruh ayat turun di
Mekkah (sebelum hijrah) dan surah madaniyyah bukan berarti seluruh ayat turun
di Madinah. Penamaan itu hanyalah karena surah karena surah tersebut memuat
mayoritas ayat makiyyah dan madaniyyah.[12]
Jika tinjauan menentukan makiyyah atau madaniyyah
adalah kronologi waktu turunya, maka akan menjadi kajian yang lebih rumit
karena sulitnya menemukan mushaf yang merujuk pada kronologi waktu turunnya.
Koleksi mushaf para sahabat yang diantaranya yang ditulis berdasarkan kronologi
turunnya ayat semuanya sudah di bakar tim yang dibentuk Utsman.[13]
Inilah yang menjadi kendala besar jika penilaian makiyyah dan madaniyyah di
rujuk berdasarkan kronologi waktu turunya ayat. Jadi pembakaran mushaf para
sahabat bisa juga berarti sebagai kerugian intelektual, karena dengan demikian
sulit melacak kronologi ayat berdasarkan waktunya.[14]
E.Perbedaan Makiyyah
dan Madaniyyah
Banyak
perbedaan antara makiyyah dan madaniyyah diantaranya tinjauan makiyyah atau madaniyyah
dari segi topik yang dibicarakan maka merujuk kepada yang dikhitbah, jika yang
dikhitbah adalah penduduk Makkah maka itu adalah makiyyah dan jika yang di
khitbah adalah penduduk Madinah maka itu adalah madaniyyah. Jika di kerucutkan
maka tinjauan ini tertuju kepada orangnya, atau segi orang-orang yang
dihadapinya (ta’yin syakhsyi)[15].
Selain itu ada
beberapa hal lain yang dapat di jadikan rujukan mengetahui apakah itu makiyyah
atau madaniyyah:
1.
Segi konteks kalimat
a. Sebagian besar
surat Makiyyah mempunyai cara penyampaian yang keras dalam konteks pembicaraan
karena ditujukan kepada orang-orang yang mayoritas adalah pembangkang lagi
sombong dan hal tersebut sangat pantas bagi mereka. Bacalah surat Al- Mudatsir
dan Al-Qamar. Sedangkan sebagian besar surat Madaniyyah mempunyai cara
penyampaian lembut dalam konteks pembicaraan karena ditujukan kepada
orang-orang yang mayoritas menerima dakwah. Contonya QS Al-Maidah.
b. Sebagian besar
surat Makiyyah pendek dan di dalamnya banyak terjadi perdebatan (antara para
Rasul dengan kaumnya), karena kebanyakan ditujukan kepada orang-orang yang
memusuhi dan menentang, sehingga konteks kalimat yang digunakan disesuaikan
dengan keadaan mereka. Contohnya surah At-Thur.
c. Surat Madaniyyah
kebanyakan panjang dan berisi tentang hukum-hukum tanpa ada perdebatan karena
keadaan mereka yang menerima dakwah. Contoh ayat dain (ayat tentang
hutang) pada QS surat Al-Baqarah ayat 282.
2.
Segi tema
a. Sebagian besar
surat Makiyyah bertemakan pengokohan tauhid dan akidah yang benar, khususnya
berkaitan dengan tauhid uluhiyah dan penetapan iman kepada Hari
Kebangkitan karena kebanyakan yang diajak bicara mengingkari hal itu.
b. Sebagian besar
surat Madaniyyah berisi perincian ibadah-ibadah dan mu’ammalah karena keadaan
manusia waktu itu jiwanya telah kokoh dengan tauhid dan akidah yang benar,
sehingga membutuhkan perincian tentang berbagai ibadah dan mu’ammalah.
c. Dalam ayat
Madaniyyah banyak disebutkan tentang jihad, hukum-hukumnya dan keadaan orang
munafik karena keadaan yang menuntut demikian, dimana pada masa tersebut telah
disyari’atkan jihad dan mulai bermunculan orang-orang munafik, berbeda dengan
isi surat Makiyah.
F. Faedah Mengetahui
Makiyyah dan Madaniyah
Mengetahui
surat Makiyyah dan Madaniyyah merupakan salah satu bidang ilmu Al-Qur’an yang
penting karena di dalamnya terdapat beberapa manfaat serta
kegunaan yang bermacam-macam, antara lain sebagai berikut :
1.
Bukti
ketinggian bahasa Al-Qur’an
Di dalam
Al-Qur’an Allah Ta’ala mengajak bicara setiap kaum sesuai keadaan mereka
baik dengan penyampaian yang keras maupun lembut.
2.
Mengetahui sejarah syari’at,
Periode sebelum hijrah merupakan tahapan pertumbuhan karena itu di
berikan secara perlahan-lahan dan tidak merasa di beratkan. Sedangkan periode
setelah hijrah merupakan tahapan perkembangan sehingga umat suda siap menerima
segala yang datang dari Allah.[16]
3.
Hikmah pembuatan syariat
Hal ini
sangat nyata dimana Al-Qur’an turun secara berangsur-angsur dan bertahap sesuai
keadaan umat pada masa itu dan kesiapan mereka di dalam menerima dan
melaksanakan syari’at yang diturunkan.
4. Tahap penurunan ayat
Mudah untuk mengetahui mana ayat yang
turun lebih dahulu dan belakangan.
5. Keimanan dan keyakinan
Dengan mengetahui makiyyah dan madaniyyah
maka dapat meningkatkan keyakinan terhadap kesucian, keaslian dan kemurnian
Al-Qur’an, melihat bahwa hukum ajaran ataupun bentuk tulisan da kata-kata masih
tetap original, tidak berkurang atau bertambah satu huruf pun.
6. Perbedaan ushlub-ushlub Al-Qur’an
Mengetahui perbedaan bentuk bahasa
Al-Qur’an dalam surah makiyyah dan madaniyyah.
7. Mengetahui kondisi masyarakat
Dengan mengetauhi ilmu makiyyah dan madaniyyah
dapat diketahuhi situasi kondisi masyarakat Mekkah dan Madinah khususnya pada
waktu turunya ayat-ayat Al-Qur’an.
8. Pendidikan tahapan
risalah/penyampaian pendidikan atau da’wah
Hal ini terkhusus di sampaikan kepada
pendidik dan para da’i serta pengarahan bagi mereka agar mengikuti metode Al-Quran dalam tata cara penyampaian dan pemilihan
tema yakni memulai dari perkara yang paling penting serta menggunakan kekerasan
dan kelembutan sesuai tempatnya.
9. Pembeda
antara nasikh (hukum yang
menghapus) dengan mansukh
(hukum yang dihapus).
Diantaranya apabila terdapat dua ayat yaitu
Madaniyyah dan Makiyyah yang keduanya memenuhi syarat-syarat nasikh
(penghapusan) maka ayat Madaniyyah tersebut menjadi nasikh (hukum yang
menghapus) bagi ayat Makiyyah karena ayat Madaniyyah datang belakangan setelah
ayat Makiyyah.
BAB III.
KESIMPULAN
Terdapat
empat teori yang menentukan kriteria untuk membedakan Makiyyah dan Madaniyyah.
Teori-teori yang di maksud ialah:
1.Teori Mulaahazhatu Makaanin Nuzuli (teori
geografis)
Makiyyah adalah ayat yang diturunkan di Mekkah dan sekitarmya
seperti Mina, Arafah, dan Hudaibiyah. Madaniyyah adalah ayat yang diturunkan
pada waktu Nabi Muhammad di Madinah dan sekitarnya seperti Uhud, Quba dan Sil.
2.Teori Mulaahazhatul Mukhaatabiina Fin Nuzuuli (teori subjektif)
Makiyyah adalah ayat-ayat yang menjadi khitab bagi
orang-orang Mekkah. Sedangkan Madaniyyah adalah ayat-ayat yang menjadi khitab
bagi orang-orang Madinah.
3.Teori
Mulahazhatu Zamaanin Nuzuuli ( Teori
Historis)/ Ditinjau dari waktu turunnya.
Teori ini menyatakan Makiyyah adalah ayat yang
diturunkan sebelum hijrah meski bukan di Mekkah,seperti Mina, Arafah,
Hudaiybiyah. Sebaliknya, Madaniyyah adalah ayat yang diturunkan sesudah hijrah
walaupun bukan diturunkan di Madinah.
4.Teori
Mulahazhatu Ma Tadhammanat As-Suuratu
(teori content analysis)
Menurut teori ini, ayat Makkiyah adalah ayat yang
berisi cerita-cerita umat dan para Nabi / Rasul, sedangkan yang disebut
Madaniyyah adalah ayat yang berisi hukum hudud, faraid dan sebagainya.
Dari keempat teori yang telah dikemukakan, ulama
sepakat bahwa teori Mulahazhatu Zamaanin
Nuzuuli ( teori historis) lebih baik dari teori semuanya karena ia lebih
konsisten dan memberi kepastian.
Adapun manfaat
mengetahui Makiyyah dan Madaniyah, antara lain: sebagai bukti ketinggian bahasa Al-Qur’an,
mengetahui sejarah syari’at, hikmah
pembuatan syariat, mengetahui tahap penurunan ayat, meningkatkan
keyakinan terhadap kesucian, keaslian dan kemurnian Al-Qur’an, mengetahui
perbedaan bentuk bahasa Al-Qur’an dalam surah makiyyah dan madaniyyah, mengetahui
kondisi masyarakat, mengikuti metode
Al-Quran dalam tata cara penyampaian dan pemilihan tema yakni memulai dari
perkara yang paling penting serta menggunakan kekerasan dan kelembutan sesuai
tempatnya, pembeda antara nasikh (hukum yang menghapus) dengan mansukh (hukum yang dihapus).
DAFTAR PUSTAKA
Al
Abyadi, Ibrahim. 1996. Sejarah Al-Qur’an. Jakarta: Rineka Cipta.
Anwar,
Rosihan. 2007. Ulum Al-Quran.
Bandung: Pustaka Setia.
Assais, Muhammad
Ali. 1927. Tarikh Al-Fikh Al-Islamiyyah. Damaskus Syuria: Darul Asma’.
Djalal
H.A, Abdul. 2000. Tt. Ulumul Qur’an.
Surabaya: Dunia Ilmu.
Al Hasni,
Muhammad bin Alawi al Maliki. 1999. Mutiara Ilmu-Ilmu Al-Qur’an.
Bandung: Pustaka Setia.
Al Qaththan,
Manna’. 1973. Mabahits fi Ulum AlQuran.
Ttp: Mansyurat Al-Ashr Al Hadis.
Al-Qaththan,
Manna’. 2008. Pengantar Studi Ilmu
Al-Qur’an. Jakarta: Pustaka
Alkautsar.
RI, Departemen Agama. 2009. Al-Qur’anulkarim Terjemah Per-kata. Jakarta: Sygma.
Ash-Shiddieqy, Teuku Muhammad Hasbi. 1980. Sejarah dan
pengantar Ilmu al-Qur’an/Tafsir. Jakarta: Bulan Bintang.
Ash-Shiddieqy, Teuku Muhammad Hasbi. 2009. Ilmu-ilmu al-Qur’an dan tafsir.
Semarang: Pustaka Rizki Putra.
Shihab, M.
Quraish dkk. 2000. Sejarah dan
‘Ulumul Qur’an. Jakarta: Pustaka Firdaus.
Shihab,
Umar. 2005. Kontekstual Alquran. Jakarta: Penamadani.
Asy Syafii, Al Imam
Jalaluddin Assuyuti. 1996. Al Itsqan Fi ‘Ulumil Qur’an Jilid 1. Bairut:
Al Kutub Assaqofiyyah.
Yusuf,
Kadar M. 2010. Studi Al-Qur’an.
Jakarta: Amzah.
____________
Menafsirkan al-Qur’an.
2002. Semarang: PT Pustaka Rizki Putra.
[2]Manna’ Al Qaththan, Mabahits fi Ulum AlQuran, (Ttp:
Mansyurat Al-Ashr Al Hadis, 1973),h. 61.
[3] Ibid, h. 78.
[4] Syaikh Manna’
Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu
Al-Qur’an, (Jakarta: Pustaka Alkautsar, 2008), h. 74.
[5] Departemen Agama RI, Al-Qur’anulkarim Terjemah Per-kata, (Jakarta: Sygma, 2009), h. 194
[6] Departemen Agama RI, Ibid, h. 492.
[7] Rosihan Anwar, Ulum Al-Quran, (Bandung: Pustaka Setia,
2007), h. 103.
[8] Al-Qaththan, ibid, h. 62.
[9] Abdul Djalal, ibid, h. 82.
[10] Al Imam Jalaluddin
Assuyuti Asysyafii, Al Itsqan Fi ‘Ulumil Qur’an Jilid 1,(Bairut: Al
Kutub Assaqofiyyah, 1996), h. 35.
[11] Muhammad Ali Assais, Tarikh
Al-Fikh Al-Islamiyyah, (Damaskus Syuria: Darul Asma’, 1927), h. 65.
[12]M. Quraish Shihab,
Ahmad Sukardja, dkk, Sejarah dan ‘Ulumul Qur’an, (Jakarta: Pustaka
Firdaus, 2000), h. 72.
[13] Ibid, h. 65.
[14] Ibid
Menafsirkan al-Qur’an, (Semarang: PT Pustaka Rizki Putra,
2002), h. 62.
Komentar
Posting Komentar