Perencanaan strategik dalam peningkatan mutu diPesantren
B. Perencanaan strategik dalam peningkatan mutu diPesantren
Secara umum aktivitas Perencanaan
adalah bagian dari manajemen yang ada dalam organisasi yang diarahkan
untuk mencapai tujuan organisasi secara efektif dan efektif.
Manajemen dapat
diartikan sebagai proses menggunakan dan atau menggerakkan sumber daya manusia,
modal dan peralatan lainnya secara terpadu untuk mencapai tujuan tertentu.[1] Sementara itu George R. Terry menjelaskan bahwa
manajemen adalah kemampuan mengarahkan dan mencapai hasil yang diinginkan
dengan tujuan dari usaha-usaha manusia dan sumber daya lainnya.[2] Mondy & Premeaux mengemukakan manajemen adalah
cara-cara atau aktivitas tertentu agar semua anggota dapat bekerja sesuai
dengan prosedur, pembagian kerja, dan tanggung jawab yang diawasi untuk
mencapai tujuan bersama.[3]
Manajemen merupakan suatu proses pengelolaan
sumber daya yang ada mempunyai empat fungsi yaitu perencanaan,
pengorganisasian, penggerakan, dan pengawasan. Hal ini sesuai dengan pendapat
Terry dalam Sutopo yang menyatakan bahwa fungsi manajemen mencakup kegiatan perencanaan, pengorganisasian,
penggerakan, dan pengawasan yang dilakukan untuk mencapai sasaran yang telah
ditetapkan melalui pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber daya lainnya.[4]
Tugas dan tanggung jawab pimpinan pesantren
adalah merencanakan, mengorganisasikan, mengarahkan, mengkoordinasikan,
mengawasi dan mengevaluasi seluruh kegiatan pesantren, yang meliputi bidang
proses belajar mengajar, administrasi kantor, administrasi siswa, administrasi
pegawai, administrasi perlengkapan, administrasi keuangan, administrasi
perpustakaan, dan administrasi hubungan masyarakat.[5] Oleh sebab itu, dalam rangka mencapai tujuan
organisasional, pimpinan pesantren pada dasarnya mempunyai tugas dan tanggung
jawab untuk melakukan perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, dan
pengawasan terhadap seluruh sumber daya yang ada dan kegiatan-kegiatan yang
dilakukan di pesantrennya.
Perencanaan (planning), merupakan
keseluruhan proses pemikiran dan penentuan secara matang tentang hal-hal yang
akan dikerjakan di masa yang akan datang dalam rangka mencapai tujuan yang
telah ditentukan.[6] Di dalam perencanaan ini dirumuskan dan
ditetapkan seluruh aktivitas lembaga yang menyangkut apa yang harus dikerjakan,
mengapa dikerjakan, di mana dikerjakan, kapan akan dikerjakan, siapa yang
mengerjakan dan bagaimana hal tersebut dikerjakan. Kegiatan yang dilakukan
dalam perencanaan dapat meliputi penetapan tujuan, penegakan strategi, dan
pengembangan rencana untuk mengkoordinasikan kegiatan. Kepala pesantren sebagai
top manajemen di lembaga pendidikan pesantren mempunyai tugas untuk membuat
perencanaan, baik dalam bidang program pembelajaran dan kurikulum, kepegawaian,
kesiswaan, keuangan maupun perlengkapan.[7] Setidaknya dalam Alquran perencanaan
dijelaskan sedemikian tegas dalam Surat Al-Hasyr (59) ayat 18.
$pkr'¯»t úïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qà)®?$# ©!$# öÝàZtFø9ur Ó§øÿtR $¨B ôMtB£s% 7tóÏ9 ( (#qà)¨?$#ur ©!$# 4 ¨bÎ) ©!$# 7Î7yz $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? ÇÊÑÈ
Artinya: Hai
orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah Setiap diri
memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan
bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu
kerjakan.[8]
Penggerakan (actuating), adalah
aktivitas untuk memberikan dorongan, pengarahan, dan pengaruh terhadap semua
anggota kelompok agar mau bekerja secara sadar dan suka rela dalam rangka
mencapai suatu tujuan yang ditetapkan sesuai dengan perencanaan dan pola
organisasi. Masalah penggerakan ini pada dasarnya berkaitan erat dengan unsur
manusia sehingga keberhasilannya juga ditentukan oleh kemampuan pimpinan
pesantren dalam berhubungan dengan para guru dan karyawannya. Oleh sebab itu,
diperlukan kemampuan kepala pesantren dalam berkomunikasi, daya kreasi serta
inisiatif yang tinggi dan mampu mendorong semangat dari para guru/ karyawannya.[9]
Dalam perkembangan sekarang, menurut Kotter,[10]
manajemen modern dalam prosesnya sering diringkaskan para praktisi sebagai
berikut:
1.
Perencanaan
dan pembuatan anggaran- menyusun target atau sasaran masa depan, secara khusus
bagi bulan atau tahun depan; mengembangkan langkah secara rinci untuk mencapai
semua sasaran, langkah yang mungkin mencakup jadwal kerja dan petunjuk, serta
alokasi sumberdaya untuk mencapai semua rencana ini.
2.
Pengorganisasian
dan penempatan- mebangun suatu struktur dan seperangkat pekerjaan untuk
mencapai rencana yang diharapkan, menempatkan orang dalam pekerjaan dengan
kemampuan khusus individu, mengkomunikasikan rencana kepada semua orang, yang
menerima tanggung jawab untuk melaksanakan rencana dan membangun sistem untuk memantau pelaksanaan,
3.
Pengawasan
dan pemecahan masalah-hasil pemantauan berhadapan dengan rencana yang rinci
baik formal maupun informal, dengan maksud bentuk laporan, pertemuan, dan
lainnya; mengidentifikasi penyimpangan, dengan yang biasanya disebut masalah
dan kemudian rencana dan pengorganisasian memecahkan masalah”.
Adapun untuk meningkatan mutu
lulusan, Pimpinan memelurlukan perencanaan yang matang dibeberapa bidang, yaitu :
1.
Perencanaan
Program Pendidikan.
Setiap lembaga
pendidikan pasti memiliki tujuan, yang dalam ilmu pendidikan disebut tujuan
institusional . Dalam kaitannya dengan
pesantren, secara umum tujuan yang dimaksud adalah mempersiapkan para santri
untuk menjadi ulama atau menguasai dan
mengamalkan ilmu-ilmu agama serta menjadi muballigh ditengah-tengah masyarakat
melalui ilmu dan amalnya.[11]
Untuk mencapai tujuan ini, pimpinan atau pengelola pesantren seperti halnya
lembaga pendidikan lainnya harus menyusun program kurikulum yang dinyatakan
dalam struktur program.[12]
Adapun yang dimaksud dengan
kurikulum adalah semua kegiatan yang dirancang untuk pengembangan siswa selama
mengikuti pendidikan. Kegiatan intra kurikuler adalah kegiatan-kegiatan
pendidikan yang dikelompokkan sebagai
program utama, sedangkan kegiatan ekstra kulikuler adalah kegiatan-kegitan
pendidikan yang kedudukannya sebagai tambahan atau menjadi pelengkap atau
penyempurna terhadap program utama, sehingga tujuan pendidikan yang telah
ditetapkan sebelumnya dapat tercapi dengan lebih baik.[13]
Dalam kaitannya dengan
hal tersebut, walaupun pesantren merupakan sebuah lembaga pendidikan agama,
semestinya pelajaran yang diajarkan tidak hanya terbatas kepada
pelajaran-pelajaran agama. Pesantren juga harus mengajarkan ilmu-ilmu
pengetahuan umum. Pengajaran ilmu-ilmu pengetahuan umum harus dilaksanakan
selayaknya ilmu pengetahuan agama.[14]
Pengajaran ilmu-ilmu pengetahuan
umum disini dimaksudkan agar lulusan pesantren yang berkeinginan melanjutkan
pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi dapat diterima, baik di perguruan
tinggi agama ataupun umum.
Bila dikaji secara mendalam,
sebenarnya diajarkannya ilmu-ilmu pengetahuan umum di pesantren tidak hanya
berlandaskan kepada tuntutan diatas. Suatu hal yang lebih penting lagi ialah
pandangan Islam terhadap ilmu pengetahuan. Menurut Mastuhu bahwa dikotomi ilmu
antara ilmu agama dan umum adalah warisan penjajah, dan tidak ada pemisahan
yang benar-benar lepas antara ilmu agama dengan ilmu pengetahuan umum.[15]
2.
Manajemen Tenaga Pengajar dan Tenaga
Administrasi.
Untuk
mendapatkan lulusan yang berpotensi perlu terlaksananya program pendidikan dan pengajaran yang terencanakan dengan baik,
dibutuhkan adanya tenaga pengajar dan administrasi. Karena dalam pengelolaan lembaga pendidikan
juga terdapat atau harus dilaksanakan manajemen tenaga pengajar dan
administrasi, yakni proses yang berkenaan dengan penerimaan, penggunaan dan
pembinaan terhadap pengajar dan administrasi secara efesien untuk tercapainya
tujuan yang telah ditetapkan.[16]
Penerimaan tenaga pengajar dan
tenaga administrasi adalah usaha yang dilakukan untuk mengisi jabatan atau
tugas-tugas yang masih kosong.[17] Dalam kaitannya dengan hal ini, persoalan
kompetensi merupakan suatu hal yang
patut diperhatikan. Tenaga yang diterima harus memiliki kualifikasi sesuai dengan yang dibutuhkan, baik kualitas
maupun kuantitasnya, hal ini terutama sekali berkaitan dengan guru atau tenaga
pengajar. Karena tugas guru merupakan profesi yang membutuhkan keahlian sebagai
guru, profesi ini tidak bisa dilakoni oleh sembarang orang.[18]
Untuk berdaya gunanya tenaga-tenaga
yang telah diterima, maka dipandang sangat perlu dilakukan pengorganisasian.
Dalam kaitannya dengan hal ini, langkah yang harus dilaksanakan adalah
penyusunan struktur, mekanisme kerja, hubungan kerja sama dan pendistribusian
tugas sekaligus pemberian wewenang dan tanggung jawab.[19]
3.
Manajemen Keuangan dan Sumbernya.
Dalam penyusunan
anggaran pendapatan, pimpinan pesantren harus meginventarisir sumber-sumber
dana yang ada dan memperhitungkan besar dana yang akan diperoleh. Setelah itu
disusun anggaran pengeluaran, yakni membuat daftar pengalokasian dana
berdasarkan prioritas kebutuhan.
Sesuai dengan kenyataan, seluruh
pesantren masih bersifat swasta, sehingga seluruh dana operasinya bersumber
dari kekayaan sendiri, wakaf, hibah, bantuan dan iuran santri. Kondisi ini
jelas menuntut kreativitas pimpinan pesantren untuk senantiasa mengadakan
pengembangan sumber keuangan.
Dalam
kaitannya dengan hal di atas, suatu hal yang penting dipertimbangkan pimpinan
pesantren adalah membuka lahan-lahan produktif sendiri. Dalam pengelolaanya
pimpinan pesantren dapat melibatkan tenaga-tenaga pengajar dan administrasi,
santri-santri. Usaha ini selain dapat menambah pendapatan pesantren juga menjadi
sarana untuk membina keterampilan santriwan/wati.[20]
4. Manajemen
Pengembangan Sarana.
Dalam konteks
lembaga pendidikan, yang dimaksud dengan sarana ialah seluruh fasilitas yang
dibutuhkan dalam proses belajar-mengajar, baik yang bergerak atau tidak supaya
pencapaian tujuan pendidikan dapat berjalan
lancar, efektif, teratur dan efesien. Di dalamnya tercakup antara lain:
(a) alat-alat yang langsung digunakan, seperti alat pelajaran, alat peraga dan
media pendidikan dan (b) alat-alat yang tidak langsung terlibat dalam proses
kegiatan belajar, yakni ruangan belajar dan kantor, meja guru, perabot kantor,
kamar kecil perpustakaan dan lain sebagainya. Khusus bagi pesantren, harus ada
masjid sebagai ruangan sholat dan untuk keperluan lainnya.
Keseluruhan sarana atau fasilitas
tersebut harus direncanakan pengadaan dan pengembangannya. Hal ini dimaksudkan
agar sarana-sarana yang bersifat vital dapat lebih diutamakan dan penataannya
memenuhi syarat-syarat kesehatan dan nilai-nilai estetika. Dengan demikian keberadaan
sarana tersebut benar-benar mendukung kelancaran dan keberhasilan pelaksanaan
program pendidikan yang telah dirumuskan.[21]
[1]AKA Kamarulzaman dan M. Dahlan Y.
Al-Barry, Kamus Ilmiah Serapan (Yogyakarta: Absolut, 2005), h. 431.
[2]George R. Terry, The Principles of Management (Illionis:
Richard D. Irwin Inc., 1973), h. 4.
[3]Mondy R Wayne & Premeaux Shane R, Management: Concepts, Practices an Skills
(Massachussestts: Allyn and Bacon Inc., 1988), h. 4.
[4]Sutopo, Administrasi,
Manajemen dan Organisasi (Jakarta: Lembaga Administrasi Negara, 1999), h. 14.
[5]Burhanuddin,
Analisis Administrasi, Manajemen dan Kepemimpinan Pendidikan (Jakarta:
Bumi Aksara, 1994), h. 29.
[7]Ngalim Purwanto, Administrasi dan Supervisi Pendidikan (Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya, 1998), h. 107.
[9]Soewadji Lazaruth, Kepala Sekolah dan Tanggung
Jawabnya (Yogyakarta: Kanisius, 1994), h.. 4.
[10] John P Kotter, A Force For Change: How Leadership Differs
from Management. (New York: The Free
Press, 1996).h.4..
[11] M. Arifin, Kapita Selekta
Pendidikan Islam dan Umum (Jakarta: Bumi Aksara, 1993), h. 248.
[12] Suharsimi Arikunto, Organisasi
dan Adminsitrasi Pendidikan (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1993), h. 71.
[13] Ibid., h. 59.
[14] Nurchalish Madjid,Bilik-Bilik
Pesantren: Sebuah Potret Perjalanan (Jakarta: Paramadina, 1997), h. 94.
[15] Mastuhu, Memberdayakan
Sistem Pendidikan Islam (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), h. 278.
[16] Suharsimi Arikunto, Organisasi
dan Adminsitrasi, h. 79.
[17] Piet A. Sahertian, Dimensi-Dimensi
Administrasi Pendidikan (Surabaya: Usaha Naional, 1985), h. 163.
[18] Piet A. Sahertian, Dimensi-Dimensi
Administrasi Pendidikan (Surabaya: Usaha Nasional, 1985), h. 163.
[19] Ahmad Rohani, Pedoman Penyelenggaraan
Administrasi Pendidikan Sekolah (Jakarta: Bumi Aksara, 1991), h. 16.
[20] Azyumardi Azra, Pendidikan
Islam, Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru (Jakarta: Logos Wacana
Ilmu, 1999), h. 105.
[21] Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif
Islam (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1994), h. 92.
Komentar
Posting Komentar