pemikiran muhammad Ali Pasyaa
BAB I
PENDAHULUAN
pertengahan merupakan abad gemilang bagi umat Islam.
Pada
abad kedelapanbelas terjadi persaingan keras antara Perancis dan Inggris untuk
berebut pengaruh di dunia Timur. Oleh karena itu Napoleon Bonaparte (1769-1821)
dari Perancis melihat kedudukan Mesir, secara geografis, sangat strategis
sebagai batu loncatan untuk menguasai India, meskipun nantinya usahanya gagal
di Palestina.[1]
Napoleon
Bonaparte bersama tentara Perancis mendarat di Alexandria, Mesir, pada tanggal
2 Juli 1798. Saat itu pertahanan kerajaan Turki Usmani dan Mamluk berada dalam
keadaan lemah. Dari literatur yang ada disebutkan kota-kota penting seperti
Alexandria, Rasyid dan Kairo telah jatuh ketangan Napoleon Bonaparte. Tanggal 22 Juli Napoleon
sudah dapat menguasai seluruh negeri Mesir.[2]
Muhammad
‘Ali Pasya menyadari akan kemunduran orang-orang Mesir setelah pendudukan
Napoleon Bonaparte, semenjak itulah ‘Ali mengadakan pembaharuan dalam
masyarakat Mesir dalam bidang ekonomi, militer, pendidikan dan publikasi. Dalam
hal pendidikan ‘Ali mendirikan Sekolah Modern (tingkat dasar, menengah dan
tinggi). ‘Ali juga melakukan inovasi pendidikan dalam lini kurikulum meliputi
(Ilmu Pengetahuan Bahasa, Ilmu Pengetahuan Sosial, Ilmu Pengetahuan Alam, Matematika,
dan Pengetahuan Keterampilan). Pembaharuan inilah menurutnya dapat membangun
negeri Mesir dari ketertinggalan.
BAB II
PEMBAHASAN
GERAKAN PENDIDIKAN MUHAMMAD ‘ALI PASYA
A.
Latar
Belakang Kehidupan Muhammad Ali Pasya
Muhammad Ali
atau lebih dikenal dengan Muhammad Ali Pasya dilahirkan pada bulan Januari 1765
M, di Kawalla, sebuah kota yang terletak dibagaian utara Yunani dan meninggal di Mesir
pada tahun 1849. Negeri inti telah menjadi bagaian Negara Turki Utsmani sejak
ditaklukkannya oleh Sultan Muhammad II Al-fatih (855/1451-886/1481) pada tahun
857/1453 dan baru dapat melepaskan diri dari kekuasaan Istanbul pada tahun
1245/1829.[3]
Ayah Muhammad Ali Pasyah bernama Ibrahim Agha, seorang imigran Turki, kelahiran Yunani. Ia mempunyai
17 orang putera dan salah seorang diantaranya bernama Muhammad Ali Pasya. Pekerjaan ayahnya
disamping sebagai penjual rokok juga sebagai kepala petugas juga (watchman) pada sebuah kota
didaerahnya.
Pada
awal keahadiran Muhammad Ali pasya di Mesir, hubungannya berjalan dengan mudah
menyesuaikan diri dengna masyarakatnya. Hampir
setiap masalah yang muncul dapat diselesaikan, karena ia dikenal sebagai
perwira yang luwes dan mempunyai wawasan masa depan. Tetapi ketika ia mulai
menerapakan ide-idenya, maka mulailah muncul tantangan dari penduduk Mesir
terutama dari kaum
ulama.[4]
Namun karena kearifannya, Muhammad Ali Pasya dapat meredam setiap reaksi yang
muncul sehingga dalam waktu singkat ia dapat mewujudkan program pembaharuannya
dalam berbagai bidang antara lain bidang militer, ekonomi, pendidikan dan ilmu
pengetahuan.
Pertama
bidang militer, seperti halnya dengan raja-raja lainnya, Muhammad Ali Pasya
pertama-tama melakukan rekontruksi terhadap kekuatan militernya, karena ia
yakin bahwa kekuasaan hanya dapat dipertahankan dan diperbesar dengan kekutan
militer.[5]
Tetapi berlainan dengan raja-raja lain, ia mengerti bahwa dibelakang kekuatan
militer itu mesti ada kekuatan ekonomi yang sanggup membelanjai pembaharuan
dalam bidang militer dan bidang-bidang lain yang berhubungan dengan urusan
militer.
Pendudukan
Mesir oleh Napoleon dengan kemenangan perang yang amat cepat telah membuka mata
Muahmmad Ali Pasya tentang kelemahan umat Islam. Untuk melawan Napoleon
Bonaparte yang telah menguasai Mesir, sultan Hamid III (1789-1807) mengumpulkan
tentara. Salah seorang perwiranya ialah Muhammad Ali Pasya.
Setelah
ia dewasa ia bekerja sebagai pemungut pajak, namun karena kecakapannya dalam
pekerjaan ini, ia menjadi kesayangan Gubernur Utsamani setempat. Akhirnya ia
diangkat sebagai orang yang membantu Gubernur tersebut dan mulai dari waktu itu
bintangnya terus menaik. Selanjutnya ia masuk dunia militer dan dalam lapangan
ini juga menujukkan kecakapan dan kesanggupannya, sehingga pangkatnya cepat naik
menjadi perwira. Ketika pergi ke-Mesir ia mempunyai kedudukan wakil perwira
yang mengepalai pasukan yang dikirim dari daerahnya.
Dalam
pertempuran dengan tentara Perancis, Ali menujukkan keberanian yang luar biasa.
Karena itu, ia diangkat menjadi colonel. Ketika tentara Perancis meninggalkan
Mesir pada tahun 1801. Muhammad Ali betul-betul menjadi penguasa penuh Mesir.
Ia menjadi wakil resmi sultan (Kerajaan Utsmani) di Mesir. Ia menjalankan
kekuasaan sebagai dictator. Pada tahun 1805, ia memberinya gelar Pasya pada
dirinya sendiri.
Muhammad
Ali Pasya mengetahui bahwa kekuasaannya hanya dapat dipertahankan dengan
kekuasaan militer. Di belakang kekuatan militer itu harus harus ada kekuatan
ekonomi. Inilah dua pemikiran pokok Muhammad Ali Pasya. Muahmmad Ali Pasya turut memainkan
peranan penting dalam kekosongan kekuasaan politik yang timbul sebagai akibat
dari kepergian tentara waktu itu. Kaum
Mamluk yang dahulu lari dikejar Napoleon kembali ke
Kairo untuk memegang kekuasaan mereka yang lama. Dari Istanbul datang pula
Pasya dengan tentara Utsmani. Kedua golongn ini berusaha keras untuk merbut
kekuasaan bagi pihaknya. Simpati rakyat Mesir menaruh rasa benci kepada kaum
Mamluk dapat diperolehnya. Pasukan dipimpinnya bukan terdiri dari orang-orang
turki, tetapi dari orang-orang Albania. Kedua unsur ini memperkuat kedudukannya
untuk memasuki pertarungan merebut kekuasaan.
Setelah
memasuki puncak kekuasaan di Mesir Muahmmad Ali Pasya pun mulai memusnahkan
pihak-pihak yang mungkin akan menentang kekuasaannya, terutama kaum Mamluk.
Kesempatan timbul ketika yang tersebut belakangan ini berusaha untuk membunuh
Muhammad Ali, tetapi konspirasi mereka ketahuan, pimpinan-pimpinannya ditangkap
dan dibunuh. Muhammad Ali Pasya bersikap
seolah-olah mengampuni yang lain, dan suatu ketika mengundang mereka berpesta
di Istananya di bukit Mukattam.
Setelah
mereka semua masuk, pintu-pintu yang membawa ke daerah Istana dikunci dan
sebelum pesta selesai ia diberi tanda untuk menyembelih mereka semuanya.
Menurut cerita dari 470 kaum Mamluk, hanya seorang yang dapat melepaskan diri
dengan melompat dari pagar
istana kejurang yang ada di bukit Makattam itu, kaum Mamluk yang ada diluar
Kairo kemudian diburu, mana yang dapat dibunuh dan sebahagian kecil dapat
melarikan diri ke Sudan. Pada akhir tahun 1811, kekuatan kaum Mamluk di Mesir
telah habis.[6]
Aspek
lain yang menarik dari
kebijakan Muhammad Ali Pasya adalah pengiriman mahasiswa-mahasiswa Mesir ke
Italia, Perancis, Inggris dan Austria untuk mempelajari berbagai bidang kajian
modern. Setelah kembali mereka diminta untuk menterjemahkan karya-karya teknis
diberbagai bidang. Muhammad Ali Pasya mendirikan penerbitan untuk menyebarluaskan
ilmu-ilmu baru ini. Meski pada mulanya ia bermaksud membatasi skop kegiatan
para mahasiswa ini hanya pada skil-skil yang akan mendukung kekuasaannya, dalam
kenyataannya tidaklah demikian. Para mahasiswa yang dikirim ke Eropa ini pada
gilirannya membawa kembali ide-ide baru, kemungkinan besar, lebih banyak dari
yang semula ia kehendaki.
B.
Gerakan
Pembaharuan Muhammad Ali Pasya
Muhammad Ali
Pasya (1765-1849) perlu deberi sedikit catatan. Meskipun sebenarnya lebih tepat
disebut sebagai tokoh sejarah politik, akan tetapi beberapa kebijakkan yang
diambilnya untuk tujuan politik
pribadinya ternyata berkaitan dengan timbulnya pembaharuan pemikiran di Timur
Tengah khususnya di Mesir. Kepiawaiannya memanfaatkan situasi membuat Muhammad
Ali naik ke tampuk kekuasaan. Pada tahun 1805 ia berhasil memantapkan
kedudukannya sebagai penguasa, diakui oleh sultan di Istanbul dan diterima oleh
rakyat Mesir.[7]
Sebagai kepala
pemerintahan karir Muhammad ali pasya, sangat menonjol pada permulaan dasawarsa
kedua dari abad ke-19 ia sebagai negarawan dan politikus cukup berpengaruh di
afrika Utara dan dunia arab. Pada tahun 1228/1813 ia mengirimkan dari Mesir
satu ekspedisi atas permintaan Sultan Utsmani ketika itu, dan ekspedisi ini
dapat membebaskan kota Mekkah dan Madinah dalam tahun itu juga.
Muhammad Ali
Pasya mengetahui bahwa kekuasaanya hanya dapat diperthankan dengan kekuatan
militer. Dibelakang militer itu harus ada kekuatan ekonomi. Inilah dua
pemikiran pokok Muhammad Ali Pasya.[8]
Untuk memperkuat perekonomian ia memperbaiki irigasi lama, membuat irigasi
baru, penanaman kapas, mendatangkan ahli dari eropa dan membuka sekolah
pertanian pada tahun 1863. [9]Tanah
kaum Mamluk dirampas pemerintah, begitu pula dengan tanah orang-orang kaya di
Mesir. Muhammad Ali Pasya menganggap bila tanah rakyat sudah dikuasi, akan
terjadi pengelolaan tunggal pertanian yang merupakan tulang punggung pertanian
Mesir saat itu. Muhammad Ali Pasya
ingin memonopoli perdagangan di negerinya.
Untuk memperkuat
militer, ia tidak segan-segan mendatangkan tenaga-tenaga dari Perancis. Tak
lama kemudian terbentuklah Nizam-ijedid yang merupakan model baru angkatan
bersenjata Muhammad Ali Pasya.
Hal yang menghebohkan diantaranya merampas kejayaan para penguasa Mesir dan
memanfaatkan harta kaum Mamluk yang sudah dilakukannya. Kejayaan inilah yang dijadikannya model
untuk membiayaai sector pertanian, sistem irigasipun diterapkannya, dengan
begitu suplai bibit kapas dari India, dan Sudan yang didatangkannya
besar-besaran. Tenaga ahli pertanian dari luar negeri juga didatangkan untuk
memperlicin industri-industri
modern di Mesir.
Kendati buta
huruf, perhatiannya terhadap dunia pendidikan sungguh sangat besar, ini
terbukti dengan didirikannya kementrian pendidikan pada tahun 1815, yang
sebelumnya tidak dikenal. Beberapa sekolah modern seperti sekolah militer tahun
1815, sekolah teknik 1816, sekolah kedokteran 1827, sekolah apoteker 1829,
sekolah pertambangan 1834, sekolah pertama 1836, sekolah penerjemahan 1836.
Kurikulum-kurikulum
pendidikan dirombak dan beberapa mata pelajaran menyesuaikan diri sesuai
kebutuhan saat itu. Beberapa tambahan mata pelajaran umum tadinya tidak
dirumuskan termasuk mempelajari secara insentif bahasa Eropa menjadi kewajiban
disekolah-sekolah menengah dimaksud. Begitu juga spesialisasi keahlian
dibidang-bidang terapan mengalami penekanan yang makin penting.
Langkah-langkah
Muhammad Ali Pasya tesebut sangat baru bagi rakyat Mesir tentu saja mereka
menyambut dengan gembira. Apalagi banyak pemuda cerdik dan pandai banyak yang
dikirim ke barat dalam usaha mempelajari bahasa eropa dan metode penerjemahan.
Muhammad Ali Pasya melakukan perbaikan dan pembaharuan di bidang militer dan
ekonomi. Yang menarik adalah kesadarannya akan superioritas Eropa dibidang teknologi
militer dan yang lainnya serta kesiapannya untuk mengambil manfaat dari Eropa.
Setelah menghancurkan militer Mamluk ia membangun kembali militer modern,
mencakup angkatan darat dan laut. Dalam hal
ini ia memanfaatkan tenaga-tanga militer Perancis
sebagai pelatih.[10]
Pada tahun 1812
tanah wakaf dijadikan milik Negara, orang-orang yang dahulunya deberi hak untuk
menguasai tanah, kini berstatus penyewa tanah-tanah Negara. Perdagangan luar
negeri dimonopoli oleh Negara. Kemudian tahun 1815 semua hasil kapas dan
bahan-bahan pakaian dikuasai oleh Negara., selanjutanya hasil biji-bijian dan
hasil tambang juga berada dibawah penguasaan Negara.[11]
Muhmamad Ali
Pasya tampaknya berusaha untuk merebut seluruh hasil perekonomian Negara,
meskipun harus mengorbankan sistem kendali modal dari para pemilik tanah dan
kaum modalis berstatus penduduk pribumi. Kebijaksanaan yang dijalankan Muhammad
Ali Pasya dalam rangka meningkatkan
perekonomian di Mesir pada tahun-tahun pertama memang mendapat protes dari kaum
pribumi, akan tetapi Muhammad Ali juga menyadari bahwa konsekuensi logis dari
kemajuan suatu bangsa adalah adanya kesedihan rakyatnya untuk menyerahkan
sebagaian hasil miliknya kepada Negara.
Para pelajar dan
sarjana yang selesai tugas belajarnya disuruh kembalai untuk mengabdikan
ilmunya. Disnilah titik awal sejarah modern secara nyata bagi rakyat Mesir. Ilmu pengetahuan
modern pun
telah mempengaruhi pola intelektual dan sikap ilmiah generasi muda Mesir,
mereka selain bekerja sebagai birokrat, pendidik ada yang secara langsung menjadi
arsitek bagi modernisasi Mesir
dibawah pemerintahan Muhammad Ali
Pasya.
Usaha-usaha
pembaharuan perekonomian yang diterapkan oleh Muhammad Ali di Mesir meskipun
mendapat kecaman pada awalnya,
bahkan sebagaian usaha perekonomian dianggap tidak berhasil, namun secara umum
sistem perekonomiannya memberikan kontribusi yang besar bagi kemajuan bangsa
Mesir terutama dalam masa-masa selanjutnya.
Pembaharuan yang
dilkukan oleh Muhammad Ali dibidang pendidikan yang mana, sebelumnya telah
diuraikan, banyak didirikannya sekolah-sekolah bagi rakyatnya, boleh dikatakan
serupa inilah barulah kali ini didirikan didunia Islam, sekolah-sekolah yang
jauh berlainan dengan sekolah-sekolah tradisional hanya mengjaarkan agama. Ada
tiga hal yang terpenting yang dihadapi saat itu, yakni soal guru, soal mahasiswa dan soal buku.
Untuk mengatasi
persoalan guru, Ali mengirimkan mahasiswa-mahasiswa keluar Mesir, murid-murid
dibujuk dengan pemberian gaji yang menarik. Mereka diberi program pelajaran
yang intensif yang jauh berlainan dari program di sekolah-sekolah tradisional
(madrasah). Buku-buku yang dipakai disekolah Eropa diterjemahkan kedalam bahasa
Arab, oleh penerjemah yang pandai dalam bahasa Asing, dan yang bekerja di Dewan
Muhammad Ali, oleh pegawai dan departemen-departemen dan oleh mahasiswa yang
sedang belajar di Eropa.
Tentunya cara
yang dipakai ini membawa hasil yang kurang memuaskan karena
penerjemah-penerjemah bukanlah ahli dalam ilmu-ilmu yang terkandung dalam
buku-buku yang perlu diterjemahkan itu hasil penerjemahan tidak sempurna dan karena penerjemahan
terkadang adalah pekerjaan sambilan, penerjemahan berjalan dengan lambat. Dalam
hubungan ini ada diceritakan bahwa sekumpulan mahasiswa yang baru selesai dari
studinya dan kembali dari Eropa, semuanya dikunci dalam suatu benteng didekat
Istana Muhammad Ali, dan diberikan buku-buku untuk diterjemahkan dalam bahasa Perancis ke
dalam bahasa Arab.[12]
Selain itu di
Paris didirikan satu rumah Mesir untuk menampung para pelajar yang datang untuk belajar, dan
para pelajar yang dikirim tersebut diarahkan untuk menekuni ilmu-ilmu
kemiliteran darat dan laut, arsitek, kedokteran, dan obata-obatan. Pada
fase-fase inilah Muhammad Ali Pasya
semakin dikenal sebagai pembaharu di Mesir, orang yang tadinya menyangsikan
keberadaannya di Mesir kembali dari Eropa dan sebaliknya orang-orang Eropa yang
sengaja datang
ke Mesir berangsur-angsur kembali ke Negara mereka, kemudian diganti dengan
tenaga baru sesuai dengan kebutuhan pembangunan yang semakin pesat.
Ide-ide
modernisme
Muhammad Ali Pasya
pun mengalir deras yang diwujudkannya dalam program-program fisik yang sangat
berarti bagi Mesir. Cakrawala Negara-negara maju Eropa juga dikenal, padahal
selam ini masih asing bagi mereka. Walaupun Ali telah meletakkan dasar-dasar
pembaharuan di Mesir, namun apa yang dilakukannya tersebut masih bersifat fisik
dan belum banyak menyentuh secara vital terhadap sumber-sumber penting dalam
Islam.
Sebagai tokoh
pembaharuan Muahmmad Ali pasya mengadakan pembaharuan dalam masyarakat Mesir
dengan memodernisasikan dibidang pertanian, perdagangan, perindustrian,
militer, pendidikan, dan publikasi. Dalam bidang publikasi, Muhammad Ali
menertibkan sebuah surat kabar yang bernama al-waqa’I al-mishriyat ditahun
1244/1828. Surat kabar ini baru memuat pengetahuan-pengetahuan tentang
kemajuan-kemajuan barat setelah berada dibawah pimpinan al-thahtawi.[13]
Dari kegiatan
yang dimulai Muhammad Ali inilah lahir generasi pertama inteligensi Mesir
modern. Dan pada dekade
1830-an generasi awal ini telah mulai berperan dalam sejarah Mesir. Berbagai
disiplin ilmu dikembangkan untuk mendukung pembangunan dan kemajuan Mesir,
seperti peningkatan mutu dalam bidang kedokteran, ilmu pasti, ilmu fisika, dan
ilmu sastra. Asimilasi dalam bidang pendidikan dan ilmu pengetahuan semakin
meluas sehingga Muhammad Ali Pasya semakin
tersohor, bukan hanya di belahan dunia juga sampai melintasi benua-benua
lainnya.
C.
Inovasi Dalam Lembaga Pendidikan Di Mesir
Pembaharuan
Pendidikan di Mesir tidaklah terjadi dalam kevakuman kebudayaan dan peradaban
masyarakatnya. Akan tetapi karena adanya kontak yang terjadi antara masyarakat
Mesir dengan peradaban Barat Modern selama pendudukan Napoleon Bonaparte dari
perancis yang menyadarkan mereka atas kemundurannya.
Muhammad
Ali Pasya, pemimpin Mesir, ketika itu yakin percaya bahwa, untuk membangun
negeri Mesir dalam berbagai bidang sangat diperlukan ilmu-ilmu modern dan sains
sebagaimana yang dikenal di Barat. Untuk itulah ia memodernisasikan lembaga
pendidikan Islam dengan mendirikan sekolah-sekolah modern dan memasukan
ilmu-ilmu modern dan sains kedalam kurikulumnya. Sekolah-sekolah inilah yang
kemudian yang dikenal sebagai sekolah modern di Mesir pada khusunya dan dunia
Islam pada umumnya.
Saat
itu Mesir masih mempunyai sistem pendidikan tradisional yaitu kuttab, masjid, madrasah, dan jami’
al-Azhar. Sementara itu ia melihat jika ia memasukkan kurikulum modern kedalam
lembaga pendidikan tradisional tersebut maka sangat sulit oleh karena itulah ia
mengambil jalan alternatif dengan cara mendirikan sekolah modern disamping
madrasah-madrasah tradisional yang telah ada pada masa itu masih tetap berjalan
Adapun
nama-nama sekolah modern yang didirikan Muhammad Ali Pasya.[14]
No
|
Nama Sekolah
|
Tahun Berdiri
|
Tempat
|
Tingkat
|
1
|
Sekolah Militer
|
1815
|
Kairo
|
Menengah
|
2
|
Sekolah Teknik
|
1816
|
Kairo
|
Menengah
|
3
|
Sekolah
Kedokteran
|
1827
|
Kairo
|
Menengah
|
4
|
Sekolah Apoteker
|
1829
|
1829 Kairo
|
Menengah
|
5
|
Sekolah
Pertambangan
|
1834
|
Kairo
|
Menengah
|
6
|
Sekolah Pertanian
|
1836
|
Kairo
|
Menengah
|
7
|
Sekolah Penerjemahan
|
1836
|
Kairo
|
Menengah
|
8
|
Sekolah Dasar
|
1833
|
Kairo
|
Dasar
|
9
|
Sekolah Menengah
Umum
|
1825
|
Kasr Al-‘ayni
|
Menengah
|
10
|
Politeknik
|
1820
|
Kairo
|
Tinggi
|
11
|
Sekolah
Accounting
|
1826
|
Kairo
|
Menengah
|
12
|
Sekolah Sipil
|
1829
|
Kairo
|
Menengah
|
13
|
Sekolah Irigasi
|
1831
|
Kairo
|
Menegah
|
14
|
Sekolah Industri
|
1831
|
Kairo
|
Menengah
|
15
|
Sekolah
Administrasi
|
1834
|
Kairo
|
Menengah
|
16
|
Sekolah Pertanian
|
1834
|
Kairo
|
Menengah
|
17
|
Sekolah Perwira
A. Laut
|
-
|
Alexandria
|
Menengah
|
18
|
Akademi Industri
Bahari
|
-
|
Alexandria
|
Tinggi
|
19
|
Sekolah Tinggi
Kedokteran
|
1823
|
Kairo
|
Tinggi
|
Jika kita perhatikan sistem
pendidikannya, maka semua sekolah-sekolah yang didirikan oleh Muhammad ‘Ali
Pasya adalah memiliki ciri sekolah modern. Maka pada pemerintahannya ada dua
jenis pendidikan yang menurutnya keduanya memliki fungsi dan peran berbeda dalam
menunjang kemajuan dan perkembangan Mesir saat itu. Sekolah tradisional adalah
sekolah yang hanya mempelajari ilmu agama yang alumninya tidak menguasai ilmu
umum. Sedangkan sekolah modern akan mengeluarkan alumni yang menguasai ilmu
umum yang dapat menstimulus perkembangan pembaharuan Mesir.[15]
Kita
perhatikan bahwa Muhammad ‘Ali pasya pada masanya sudah melakukan penjenjangan
pendidikan itu menunjukkan banyaknya pengetahuan yang diajarkan disana dan kita
lihat banyaknya perbedaan usia masyarakat yang menuntut ilmu, tingkat
kecerdasan, dan satu yang menarik pada masa itu sudah dapat kita lihat banyak
siswa yang kompetensinya dapat dikembangkan berdasarkan kemampuannya karna
tersedianya jurusan dan program studi.
Pada
awalnya Kolonel Save, asal perancis, disebutkan setelah masuk islam berganti
nama Sulaiman Pasya. Sulaiman diangkat menjadi pimpinan sekolah Militer sejak
dibuka pada tahun 1231/1815 dan jabatan ini dipegangnya sampai pada tahun
1250/1834 karena pada tahun itu Sulaiman diberikan jabatan baru sebagai
Inspektur Jenderal Sekolah Dalam Diwan
al-jihadiyya.[16]
Muhammad
‘Ali Pasha juga mendatangkan tenaga ahli dari yang berasal dari Perancis yaitu
Clot Bey menjabat sebagai Direktur Sekolah Tinggi Kedokteran tahun 1234/1827
sampai tahun 1266/1849 selama 22 tahun.
Ketergantungannya terhadap tenaga ahli asing berkurang secara berangsur-angsur
dengan pulangnya mahasiswa Mesir yang belajar di Eropa.
Salah
satu diantara yang pulang dari Eropa adalah al-Thahthawi pulang kemesir tahun
1247/1831. Setelah sekolah penerjemahan dibuka dipercayakanlah al-Thahthawi
untuk menjabat sebagai direktur.[17]
Dalam
hal manajemen sekolah-sekolah modern tersebut awalnya di bawah pengawasan
Departemen Pertahanan (Departement of
Army), untuk melancarkan menejerial maka Departemen tersebut membentuk
sebuah lembaga Diwan al-jihadiyya.
Setelah tugas pengawasan sekolah dipisahkan dari Departemen Pertahanan, maka
efek dari kebijakan tersebut sekolah-sekolah tersebut berada di bawah tanggung
jawab Diwan al-jihadiyya, selanjutnya
agar memudahkan koordinasi yang efektif dan efisien antar sekolah-sekolah
tersebut maka dibentuklah sebuah komisi yang bernama Council Supervisor de Instruction Publique atau Majlis Syura al-Makatib pada tahun
1246/1830. Lembaga ini bertugas untuk merencanakan perluasan pendidikan
dikalangan masyarakat Mesir, dan juga bertugas menambah pembangunan
sekolah-sekolah dasar dan dua buah sekolah menengah umum, yang bertempat di
Kairo dan Alexandria dan beberapa sekolah khusus. Lembaga ini mempunyai
Inspektur Jendral Sekolah, sejak tahun 1250/1834 ditunjuklah Kolonel Seve
sebagai Inspektur.
Setelah
itu Departemen Diwan al-jihadiyya
berubah nama menjadi Departemen Diwan
al-Madaris atau disebut Ministere de
l’instruction Publique, yang setelah itu berubah lagi menjadi Kementrian
Pendidikan, kementrian ini selain bertugas mengawasi dan melakukan pembangunan
sekolah-sekolah baru juga kementrian ini bertugas menata kembali penerbitan
majalah al-waqa’i al-Mishriyya. Diwan al-Madaris ini tugasnya dibagi
menjadi tiga bagian yaitu bagian bahasa Arab, bagian bahasa Turki, bagian
Teknik.
Dari
informasi diatas, Muhammad ‘Ali Pasya mengadakan pembaharuan yang besar dalam
lembaga dan manajemen pendidikan saat itu. Dalam hal kurikulum Muhammad ‘Ali
Pasya menghendaki adanya pembaharuan dalam bidang kurikulum pendidikan di Mesir
saat itu ialah, dia ingin menyesuaikan kurikulum tersebut dengan keadaan dan
tuntutan zaman serta relevan dan selaras dengan tujuan pendidikan yang ingin
dicapai sehingga nantinya tidak jauh tertinggal dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi di Eropa. Kurikulum tersebut masih asing di
lingkungan sekolah-sekolah Mesir dan masyarakatnya, akan tetapi Muhammad ‘Ali
Pasya berhasil mengadobsi ilmu-ilmu modern dari Barat tersebut, salah satu yang
melatar belakangi keberhasilan tersebut adalah dikarenakan dirinya sebagai
raja.
Adapun
ilmu-ilmu modern yang dimasukkan Muhammad ‘Ali Pasya didalam Kurikulum
Pendidikan yaitu:.[18]
No
|
Bidang Disiplin Ilmu
|
Mata Pelajaran
|
1
|
Ilmu Pengetahuan
Bahasa
|
1. Bahasa Itali
2. Bahasa Perancis
3. Bahasa Turki
4. Bahasa Persia
|
2
|
Ilmu Pengetahuan
Sosial
|
1. Sejarah
2. Geografi
3. Ekonomi
4. Antropologi
5. Administrasi Negara
6. Pendidikan Kemasyarakatan
7. Filsafat
8. Militer
9. Hukum
|
3
|
Ilmu Pengetahuan
Alam
|
1. Fisika
2. Farmasi
3. Ilmu Alam
4. Ilmu Kedokteran
5. Ilmu Teknik
6. Arsitek
7. Kimia
|
4
|
Matematika
|
1. Arithmatic
2. Matematika
|
5
|
Pengetahuan
Keterampilan
|
1. Keterampilan
2. Pendidikan Kesejahteraan Keluarga
|
Perlu
kita pertegas bahwa didalam Islam tidak ada dikotomi ilmu antara ilmu agama dan
ilmu umum karena keduanya adalah satu kesatuan ilmu yang saling mendukung dan
pada masa Khalifah Umar Bin Khattab adalah orang yang pertama-tama memperluas
isi Kurikulum Pendidikan Islam dengan menambahkan keterampilan berenang,
menunggang kuda dan memanah.
Untuk
mengajar disekolah yang didirikan Muhammad ‘Ali Pasya mendatangkan tenaga
pengajar dari Eropa, akan tetapi tenaga pengajar dari Eropa hanyalah sementara,
karena untuk mengaji mereka memerlukan biaya yang cukup mahal dan saat mengajar
mereka juga memerlukan penerjemah-penerjemah yang akan menterjemahkan materi
yang mereka ajarkan kedalam bahasa Arab.
Maka
untuk mengatasi kesulitan itu, Muhammad ‘Ali Pasya berusaha mengirimkan
pelajar-pelajar Mesir untuk belajar ke Eropa, tujuan utamanya adalah Italia,
Perancis, Inggris dan Austria. Pengiriman pelajar-pelajar Mesir ke Eropa
dilaksanakan tiga gelombang.
Gelombang
pertama, antara tahun 1224/1809-1235/1819, sebanyak 28 orang dikirim ke italia
yang tersebar di kota Leghore, Miglan, Florence, dan Rome untuk mempelajari
ilmu teknik, militer, industri kapal dan ilmu perecetakan.
Gelombang
kedua, antara tahun 1242/1826-1260/1844, sebanyak 319 orang dikirim ke Paris,
Perancis, dan juga dikirim beserta mereka seorang tokoh intelektual sekaligus
ia seorang pengarang yang terkenal yaitu al-Thahthawi yang bertugas untuk
menjadi imam mahasiswa Mesir yang belajar di sana.
Gelombang
ketiga, antara tahun 1260/1844-1280/1863, dikirim sebanyak 89 orang dikirim
lagi ke Perancis. Dalam tahap ketiga ini turut juga beberapa orang dari
keluarga Muhammad ‘Ali Pasya.
BAB III
PENUTUP
Pembaharuan
dalam Islam dapat didefenisikan sebagai pemikiran, gagasan, gerakan, dan usaha
untuk merubah ajaran-ajaran Islam dalam bentuk faham-faham, tradisi-tradisi.
Institusi-institusi lama, untuk disesuaikan dengan suasana baru yang
ditimbulkan oleh ilmu pengetahuan dan teknologi. Dalam melakukan pembaharauan
Muhammad Ali Pasya, banyak melakukan pembaharuan, diantaranya dibidang
pendidikan, militer, ekonomi, pertanian, perdagangan, dan publikasi hamper
disegala aspek pemerintahan.
Muhammad
Ali Pasya adalah seorang pemimpin yang mampu melakukan perbaikan-perbaikan dan
pembaharuan diberbagai bidang. Hal inilah yang membuat masyarakat Mesir
mengagumi dan menyenanginya. Muhammad Ali Pasya sebagai tokoh pembaharuan
memiliki pola piker yang maju, sehingga membawa Mesir pada tingkat perkembangan
yang begitu pesat, gagasan-gagasan modernisasinya tersebut megalir deras dan
dapat diterima oleh kalangan masyarakat Mesir.
Namun, apa yang dilakukannya tersebut masih belum sepenuhnya yang selanjutnya
akan dilanjutkan oleh keturunan-keturunan Mesir lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Abd Mukti,
Pembaharuan lembaga Pendidikan Di Mesir, Bandung : Citapustaka Media Perintis,
2008.
Ahmad
Syalabi, Mausu’at al-Tarikh wa al-Hadarat
al-Islamiyat, Jilid V, tp.:Maktabat al-Nahdhat al-Mishriyat, 1973.
Harun
Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai
Aspeknya, Jilid II. Cet. Keenam, Jakarta: Universitas Indonesia Press,
1986.
_____________,
Pembaharuan dalam Islam Sejarah Pemikiran
dan Gerakan, Cet. Ketujuh, Jakarta: Indonesia Bulan Bintang, 1990.
Hasan,
Asari, Modernisasi Islam, Bandung:
Citapustaka Media, 2002
Wahyudin,
Nur Perkembangan Pemikiran Modern di
Dunia Islam, Medan: IAIN SU, 2000.
[1]Harun
Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai
Aspeknya, Jilid II. Cet. Keenam, (Jakarta: Universitas Indonesia Press,
1986), h. 96.
[2]Harun
Nasution, Pembaharuan dalam Islam Sejarah
Pemikiran dan Gerakan, Cet. Ketujuh, (Jakarta: Indonesia Bulan Bintang,
1990), h. 29.
[3] Abd Mukti, Pembaharuan lembaga Pendidikan Di Mesir (Bandung
: Citapustaka Media Perintis, 2008), h.26
[6] Harun Nasution,
Pembaharuan Dalam Islam Sejarah Pemikiran Dan Gerakan (Jakarta : Bulan
Bintang, 1975), h.35
[14] Ahmad
Syalabi, Mausu’at al-Tarikh wa al-Hadarat
al-Islamiyat,Jilid V,(tp.:Maktabat al-Nahdhat al-Mishriyat, 1973), h. 356.
Komentar
Posting Komentar